Mohon tunggu...
Mariam Umm
Mariam Umm Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu 4 anak

Ibu Rumah Tangga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Orang Tua, Jangan Bertengkar di Depan Anak

5 Agustus 2015   02:51 Diperbarui: 5 Agustus 2015   20:41 3639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jadi sekarang bagaimana?" tanya saya kepada perempuan berambut pirang yang duduk di sebelah saya, hari belum lewat tengah hari,ketika Dia menghubungi saya, mengabarkan akan mampir kerumah, setelah sesi terapi untuk anak laki laki satu satunya  selesai hari itu. Terapi yang sudah si anak jalani hampir 5 bulan ini.

" Baik semua baik, sudah mulai ada kemajuan, Aidan--bukan nama sebenarnya-- udah gak terlalu tantrum sekarang, tidur juga gak susah lagi, kebiasaannya bicara dengan kata kasar juga sudah banyak berkurang, dan tentu saja sudah mulai bisa bergaul dengan temannya di childcare " jawabnya, ada binar bahagia di matanya yang berkaca kaca, rasa bahagia  yang juga ikut saya rasakan, karena saya tahu bagaimana perjuangan perempuan yang telah menjadi teman saya lebih dari 10 tahun lalu itu, berusaha menyembuhkan trauma anaknya lewat sesi terapi yang panjang dan berpindah-pindah dari satu dokter ke dokter yang lain. Trauma anak yang berasal dari kesalahan yang tak pernah disadari orangtuanya.

Mereka menikah sekitar 8 tahun lalu,

Tak ada yang salah di awal pernikahan mereka, semuanya terlihat baik baik saja, sampai  hadir Aidan, putra mereka satu satunya. Saat  Aidan berusia 3 tahunan, mulailah masalah timbul, entah apa yang terjadi, pertengkaran demi pertengkaran tak terlewatkan terjadi setiap hari,setiap waktu, bagaimana dan apa yang mereka katakan dan lakukan saat bertengkar saya tak pernah tertarik untuk mengetahuinya, sampai akhirnya mereka memutuskan bercerai.

Orangtua tak  menyadari, bahwa pertengkaran mereka punya saksi, anak laki laki yang usianya 3 tahun itu, selalu ada di sana, menyaksikan dan mendengarkan pertengkaran orangtuanya.

Orangtua tak menyadari bahwa apa yang anak laki laki mereka saksikan dan dengarkan, membawa dampak pada perkembangan emosinya.

Orangtua tak menyadari si anak tumbuh tak normal,dia berbeda dibandingkan teman sebayanya, emosinya tak stabil, selalu meledak meledak, tantrum yang  tak bisa ditenangkan, mengumpat dengan kata kata kasar, tak bisa tidur tenang bahkan terbangun dari tidur disertai teriakan seakan ketakutan, belum lagi harus berpindah pindah childcare, karena si anak yang tak bisa bersosialiasi, cenderung kasar dan tak segan menyakiti teman mainnya.

Memang tak ada yang menyadari, karena pertumbuhan emosi anak yang tak normal itu, adalah akibat dari kesalahan yang dilakukan tak sengaja oleh orangtuanya, yaitu selalu bertengkar tanpa peduli anak ada di depan atau di sekitar mereka.

Siapa yang akan menyangka anak 3 tahunan itu, menyimpan  semua sesi pertengkarang orangtuanya dalam otak dan hatinya,membiarkannya terus menumpuk, kemudian larut dalam emosi yang ditimbulkan, yang berakibat buruk pada pertumbuhan emosinya.

Sampai akhirnya, masalah demi masalah yang ditimbulkan anak, membuat mereka-----orangtua yang walau telah bercerai tapi tetap bersama---- sadar ada yang salah dengan anak mereka, kemudian berusaha menyembuhkan anaknya dengan memutuskan untuk membawa anak mereka ke spesialis anak, akhirnya setelah berpindah pindah dokter, si anak di-diagnosa mengalami trauma emosi atau PTSD, dan membutuhkan terapi untuk menyembuhkannya.

***

Sering memang perempuan itu mampir kerumah saya setelah sesi terapi anaknya selesai, saya ingat pertama kali saya melihat anak itu, terkesan tak ramah, dan tak bisa didekati, saat saya ulurkan tangan memberi salam kenal, dia malah mengibaskan tangan saya sembari bilang " go away!!" dan saat si Ibu meminta anaknya untuk sopan, dia malah disambut dengan umpatan kasar dari anaknya untuk diam.

Begitupun saat kami ngobrol, saya beri dia kertas dan pensil agar dia tak bosan, dia memang menggambar,tapi saat kami meminta anak menjelaskan apa yang dia gambar, penjelasannya sungguh membuat tercengang, untuk anak berusia hampir 4 tahun, jawaban dengan kata "membunuh dan hancurkan" adalah hal yang tak normal. Dan yang lebih miris diakhir penjelasannya saat saya tanya dari mana dia tau kata "membunuh dan hancurkan" dia menjawab  " because thats what Mom and Dad said to each other"

Saya masih simpan coretan gambar yang menurut anak itu adalah : gambar sebuah rumah lengkap dengan anak,mom and dad,tapi kemudian ada roket dan orang jahat yang datang membunuh dan menghancurkan rumah dan mereka semua.

Sesi terapinya berhasil, dan dia akan benar benar sembuh, itulah  harapan teman saya dan mantan suaminya, sesi terapi yang entah berapa lama lagi masih harus dijalani oleh anak mereka,dan akan terus mereka lakukan untuk membuat si anak sembuh, dan tak trauma lagi. Berdua mereka berjuang bersama berusaha menyembuhkan sang buah hati, walau sudah tak lagi berstatus suami istri, tapi status Ayah dan Ibu mereka untuk si anak, selamanya tak akan berubah. Tanggung jawab mereka sebagai orangtua anak,masih tetap sama.

Peringatan untuk orang tua.

 Apa yang terjadi kepada anak teman saya itu, menjadi peringatan untuk saya sebagai orangtua dan juga untuk anda yang telah menjadi orangtua.

Jangan pernah bertengkar didepan anak.

Jangan membiarkan anak mendengar semua perdebatan yang anda lakukan apalagi disertai  suara meledak-ledak dan  umpatan tak pantas atau entah apalagi yang anda ucapkan.

Berhati hati, dengan "busa tanpa saringan itu" iyaaaa busa tanpa saringan, memang begitulah anak belajar dari lingkungannya seperti busa tanpa saringan mereka punya kemampuan menyerap dan menyerap tanpa kemampuan untuk menyaring dan menyaring. Apa yang dia serap berdampak untuk perkembangan emosinya juga bukan?

"All couples have disagreements"  tapi bagaimana cara pasangan mengatasi kesalahpahaman dengan tak saling meledak -meledak dan menyalahkan didepan anak harus selalu dicari jalan keluarnya, mungkin salah satu cara dengan mencari ruang untuk diam dan memberi contoh kepada anak, bahwa kesalahpahaman tetap bisa diselesaikan dengan jalan tidak meledak dan tak menyalahkan,tanpa membuat anak menjadi takut apalagi trauma.

Anger is a message to us about what we need. There's always a way to ask for what we need without attacking the other person. It's never appropriate to dump anger on another person, in front of your kids or not.

Salam sayang untuk semua anak dimana saja,

Salam hati hati untuk semua orangtua.

==Sisi82==

ps : cerita di share atas ijin dari orang tua si anak agar menjadi perhatian semua orangtua

PTSD : Post Traumatic Stress Disorder

Ilustrasi: shutterstock

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun