Mohon tunggu...
Mariam Umm
Mariam Umm Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu 4 anak

Ibu Rumah Tangga

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ketika Anakku Tak Seperti Anaknya

1 Juli 2015   07:39 Diperbarui: 1 Juli 2015   07:39 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang penting sehat dan happy, ya 'Dave..dokumentasiKu

Informasi,

Begitu cepatnya kita terima, seandainya nerima informasi diibaratkan seperti saat kita sedang belanja, kita  seakan terlihat seperti sedang mendorong troli belanja sambil lari lari, ngos ngos-an....masukin belanjaan itu ke troli, lalu ambil belanjaan yang lain dan masukin troli, balik lagi ke ambil belanjaan yang itu dan masukin  ke troli, begitu terus bolak balik,gak berenti berenti.

Media sosial mulai dari jejaring sosial, situs, blog,ketambahan aplikasi di henpon semuanya sumber informasi. Mulai dari yang kita kenal, sampai yang tak kita kenal. Semua sibuk curhat dan pamer kehidupan sehari hari. Dengan mudah  kita tahu kehidupan mereka , dinamika kesehariannya, juga bahagia serta dukanya.

Pagi,

Seperti biasa waktunya maen dan berkunjung ala blog walking ke temen temen, tok tok tok..hallo apa kabar, apakah berita terbaru tentang dirimu dan keluargamu hari ini? wuihhhh udah ada cerita terbaru, padahal baru juga kemaren,  blogmu di-update, lah ini udah ada cerita baru ajah. Dan oh..seperti biasa pemilik blog bercerita tentang anak-nya, kali ini dia cerita tentang  si anak yang udah  jago berenang padahal usianya belum juga 3 tahun, gak sia sia si anak les renang dari bayi. Selanjutnya blog pun rame dengan komentar selamat, dan bersahutan dengan ajang saling "pamer" anakku juga udah bisa berenang loh...dan malah udah pernah ikutan lomba berenang padahal umurnya belum 8 tahun, hebat kan?

Sementara di luar sana, pengunjung blog lain mengamati apa yang terjadi,seraya bertanya tanya sendiri " Anak orang lain umur segitu udah bisa berenang, anakku gimana?"

Ting tong ting tong , bunyi notifikasi dari aplikasi pesan di henpon yang tak berhenti berbunyi, pas dibuka isinya pesan dengan gambar yang menginfomasikan, anak Ibu A usianya 10 tahun  barusan menang lomba mengarang bahasa inggris, dan langsung saja sahutan pesan bertubi tubi mengucapkan selamat, ada yang beneran tulus memberi selamat, dan ada juga ucapan selamat yang disertai kalimat " coba anakku juga bisa begitu ya, Aku jadi iri...."

Iri katanya?

Begitulah jika segala infomasi hanya diterima bulat bulat, tanpa di saring, yang ada malah jadi merana dan meng-iri, akibatnya malah jadi timbul pertanyaan :

Anak orang lain udah bisa ngomong umur segitu. Anakku kok belum bisa ?
Anak orang lain bisa jalan umur segitu. Anakku kok belum bisa ?
Anak orang lain menang lomba ini itu. Anakku mah boro boro dahhh....

Argghhhh Pusing pala Berbi!!!!

Orang tua memang sah sah ajah membangun pola pikir " unggul unggulan" dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Maunya anaknya lebih baik dari anak yang lain. Segala cara ditempuh untuk membuat anak menjadi yang terbaik, dan saat si Anak tak memenuhi harapan "terbaik" dan tersalip dengan ketrampilan dan kecerdasan anak lain,  kecewa dan emosi orangtua  membuncah, semua menjadi sasaran kemarahan, sampai sampai Si Anak yang tak tahu apa apa  bingung dan mikir  " Aku mah salah apa atuh....?"

STOP!!!!!

Berhenti berpikiran dan berkompetisi ala " anaknya bisa begini, maka anakku harus lebih bisa begitu" jika tetap berpikiran kayak gini, ibaratnya kita mencoba menghentikan bom waktu,dan saat bom menunjukkan waktu 00:01 sementara kita belum berhasil menghentikannya, maka habislah semua , meledak dan hancur tak bersisa.

Saatnya berpikiran positif dan membangun, setiap anak adalah istimewa, biarkan anak menjadi anak. Memang sebagai orang tua tugas kita mendidik mereka, memberikan motivasi, mengarahkan mereka, dan tentu saja tidak membanding bandingkan kelebihan, apalagi selalu melihat kelemahannya untuk dijadikan konfrontasi dengan si Anak.

Tetapkan tujuan, apa tujuan anda mendidik anak? apakah ingin anak kita seperti anaknya? tentu saja ini jelas jelas salah karena karakter mereka saja sudah beda, tak bisa dibanding bandingkan bukan? Fokus saja dengan potensi anak masing masing, dengan menjadikan potensi itu sebagai nilai unggul mereka.

Saya mau share juga nih,

Si bungsu usianya jalan 4  tahun, jika saya bandingkan dengan sepupu sepantarannya, Bungsu saya itu memang agak lambat, Dia belum pintar membaca, dan berhitung juga masih bingung bingung padahal sudah diajarinn berkali kali tapi Dia selalu lupa, kadang ini membuat saya putus asa. Kok bisa sih...padahal sepupu sepantarannya udah pinter berhitung dan malah ada yang udah pinter membaca.

Suami saya menegur dengan bilang, daripada saya stress dan merana memikirkan kekurangan si Bungsu dan kelebihan anak lain--sepupu si Bungsu--kenapa saya tak mencoba melihat si Bungsu dengan "kacamata lain" lihatlah walau belum 100% sempurna, tapi si Bungsu di usia segitu sudah menghapal beberapa surat pendek alquran, di usia segitu si Bungsu udah kenal huruf alif,baa,tsa,dan seterusnya sampai yaa, si Bungsu tumbuh sehat dan kelihatan gembira, tidak manja dan selalu ingin mandiri. Itu kan potensi dan kelebihan Si Bungsu yang patut saya syukuri?

Aishhh...semuanya membuat saya sadar...

Ketika Anakku tak seperti anaknya, tak mengapa,  Dia istimewa..  dan Anakku, Kucintai engkau apa adanya....

==Sisi82==

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun