Mohon tunggu...
Mariam Umm
Mariam Umm Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu 4 anak

Ibu Rumah Tangga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Di Ruang Periksapun Si Dokter Masih Ngobrol di Handpone

8 November 2014   04:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:20 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

quote from : pinterest.com

Ok Ok..Jujur saya gak tahu mau mulai darimana artikel edisi curhat ini yang bermula dari kejadian yang saya alami di sebuah ruang praktek dokter di salah satu rumah sakit di kota industri tempat saya tinggal sekarang. Sepulang dari kampung halaman 4 hari yang lalu,saya terkena flu berat yang memaksa saya harus memeriksakan diri ke dokter, karena sudah masuk weekend saya harus ke dokter rumah sakit bukan ke klinik biasa yang harus ditutup, dan saya paling males ke rumah sakit karena selain saya tidak kenal dokter yang memeriksa juga antrian bisa agak lama,tetapi terpaksalah..badan beneran susah diajak kompromi.

Menunggu hampir satu jam yang sangat menyiksa karena berkali kali bersin dengan mata berair, nama saya akhirnya dipanggil.Diruang dokter jaga rumah sakit bagian emergency saya bertemu dengan dokter "import" dari Mesir dan perawat yang juga "import" dari Philipina, saya diperiksa tinggi dan berat badan,tekanan darah,kadar oksigen dalam darah dan prosedur standard lainnya, dan akhirnya duduk manis didepan si dokter yang sedang menunduk dan asyik bermain main dengan smartphone-nya. Semenit,dua menit dan entah berapa menit, Si Dokter masih juga tidak mengindahkan saya, mau saya tegur duluan kok yah kedengeran gak sopan, dan akhirnya setelah banyak menit menunggu akhirnya sidokter mengangkat kepalanya dan bertanya " Yes, what's the problem?" dan mulailah saya ceritakan keluhan saya tetapi belum juga selesai saya mengeluh ehhh, smartphone si Dokter berbunyi dan dengan sigap dokter tadi langsung menjawab dan bilang "halo ,bla bla bla " dan ini berlangsung lama,membuat saya menahan marah dalam hati dan menyesalkan telinga saya yang tidak sengaja mencuri dengar percakapan dokter tadi walaupun yang saya tau cuma kata " tayib tayib, hahaha "

Sambil ngobrol di smartphonenya, dokter tadi meng-klik mouse disampingnya dan tiba tiba saja,dia memandang saya membuat saya kaget dan kawatir kalau kalau si dokter melihat mata saya yang sudah memanas marah,siapa yang tidak marah coba? saya merasa sebagai pasien yang diabaikan disini, alih alih mendengarkan keluhan tentang kesehatan saya si dokter tadi malah asyik ngobrol di smartphone-nya, dan dengan santainya bilang "Ok..you can collect your medication from the pharmacy now" sama sekali saya tidak dijelaskan apa yang terjadi dengan saya dan bagaimana saya harus meminum obat yang diberikannya ,dan yang lebih parah lagi dokter tadi malah tidak mau repot repot membuka file kesehatan saya yang masih tertutup didepannya, miris miris...sebegitu pentingkah obrolan ber haha dan hihi di telepon tadi dibandingkan tugasnya sebagai dokter yang harusnya mendengarkan keluhan pasien?

Jika diingat ingat lagi,bukan sekali dua saja kejadian saya diabaikan dokter dengan memilih ngobrol di telepon daripada memeriksa saya alami, dan semua kejadian ini kebetulan saya alami di negri kaya minyak ini. Saya terpaksa harus membandingkan. Di Medan, dokter langganan saya sama sekali tidak pernah ngobrol di telepon saat memeriksa saya, waktu untuk memeriksa pasien benar benar dia lakukan dengan penuh tanggung jawab, dan jika ada yang mengetuk pintu ruang periksapun dokter saya ini tidak menjawab, telepon tersambung ke meja perawat dan jika terpaksa harus menjawab, dokter langganan saya dari kecil itu akan meminta maaf dulu ke pasien (exp : saya), sebelum akhirnya menjawab telepon tadi, jadi enggak slonong boy..main jawab telepon apalagi sampai ngobrol.

Di Sydney, Dokter RE yang merawat saya, bahkan tidak pernah saya lihat membawa bawa handphone saat dia berkeliling melihat pasien, setau saya dokter saya ini memang punya alat seperti pager yang berbunyi jika dia dibutuhkan,jadi bukan handphone dengan ringtone yang heboh yang saya dengar saat dokter tadi sedang mengecek saya di "ward", dan di ruang periksanyapun saya tidak pernah melihat handphone yang diletakkan sembarang diatas meja kerjanya, telepon tersambung kemeja perawat terlebih dahulu, baru nantinya akan tersambung ke telepon dimeja kerja dokter tersebut, dan lagi saat telepon tadi berbunyi, dia terlebih dahulu bilang "excuse me" sebelum menjawab, saya merasa dihargai dan diperhatikan sebagai pasien, tidak pernah merasa diabaikan. Dokter seperti ini yang membuat saya percaya, akan diagnosanya, kenapa begitu"

Lah coba pikir ya, kalau saat sedang memeriksa pasien dan pikiran terbagi dua antara ngobrol di telepon dan si pasien, apakah bisa sepenuhnya membuat diagnosa akurat yang terpercaya?

Dan ini membuat saya jadi bertanya tanya untuk para dokter diluar sana,ada tidak sih, aturan dalam kode etik kedokteran tentang aturan aturan menerima telepon bahkan sampai mengobrol di telepon sementara pasien ada didepan mata?

Sebagai pasien memang sih, saya bisa dibilang masuk kedalam katagori pasien bawel, tetapi menjadi bawel didepan dokter menurut saya penting. saya harus tahu sejelas jelasnya, tentang kondisi kesehatan saya,dan obat yang diberikan oleh dokter saya harus tahu dengan jelas bagaimana meminumnya, jadi saat keluar dari ruang periksa saya tidak terbebani dengan banyak pertanyaan lagi. Dan menurut saya ini gak salah kan?

Ok, gitu ajah deh curhatnya, salam kompasiana ajah deh, makasih udah baca ya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun