"adakah rindu mengetuk pintumu?" sunyi itu merambat malam, pelannya sungguh bagai lorong tanpa ujung
rindu: adalah secawan anggur berisi setengah-setengahnya lagi ada pada genggam jemarimu,
satu teguk terlewat mata berbinar, kemudian teguk demi teguknya menggiring pada kelenaan
andai cawan yang ada di datas meja kecilmu itu kau teguk,
maka sunyi dan rindu menyatu dari sapa kita inikah mabuk itu?
: menyepuh titik malam jelang pagi
benarkah waktu kan menyembuhkan luka
sedang pedihnya makin kental menguliti hati
keinginan pertemuan dalam bahtera bahagia menuntaskan rindu, menyatukan dua buhu temali. sungguh ketakutan akan kehilangan menjadi hantu bagi kesatuan tak kuasa tak terasa aku ada pada arus putaran deras sang dewi rindu panahnya persis menancap di jantung, lihat darah ini mengalir deras!
nikmat acapkali berawal dari untaian sakit sederas itu jugakah darah dari lukamu?
[Sang Rama membentangkan busur untuk Sinta Dewi...] malam tetaplah bersama misterinya
bergayut tetes embun ditiap pokok tumbuhan [menangkap sapa halus mesra bisikanmu] mendaras kidung asmaNYA oleh tiap benda, baik hidup ataupun mati kerna di hadapaNYA semua tunduk bersama puja puji pada waktu aku hanya bisa berharap padaMU aku hanya bisa berpinta
: Ya Kekasih
[pada langit nan sejuk, sang fajar nampak enggan membuka kelambunya yang membiru...aku lelap dalam keterjagaan]
[Uly Giz, HK, 17-02-2011]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H