Mohon tunggu...
Trisna Susilowati
Trisna Susilowati Mohon Tunggu... -

hidup adalah proses

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tersenyum dalam Duka

16 Juni 2012   15:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:54 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini aku bener - bener pingin nangis, pingin jerit, meluapkan segala emosi, tapi tau situasi dan kondisi juga lah,nggak mungkin aku di pondok mau jerit - jerit, di sini aku hanya meneteskan air mata tanpa ada suara. Rasa ini sungguh menguras emosi. Pulang kuliah badan capek, lapar ,tiba – tiba hpku berdering sebuah panggilan dari Amanda, teman akrabku semasa SMA dia ngasih kabar kalau Muhammad baru saja kecelakaan, Muhammad dan keluarganya baru saja kecelakaan sepulang dari Jatim. Mobil yang mereka kendarai menabrak sebuah mobil pribadi saat berbelok di tikungan. Menurut pengakuan warga setempat daerah tersebut rawan kecelakaan, apalagi saat kejadian berlangsung waktu sudah menunjukan tengah malam. Sang sopir yang tak lain adalah ayah Muhammad sudah terlalu letih setelah mengemudi mobilnya selama seharian penuh. Kecelakaan tak bisa dihindari saat dari arah berlawanan melaju sebuah mobil dengan kecepatan diatas rata – rata. Mereka dirawat dirumah sakit Jatim. Jarak yang cukup jauh untuk bisa ditempuh dari rumahnya, Wonosobo.

Sebagai seorang teman, ya bisa dibilang sahabat lah, meski nggak terlalu dekat untuk akhir – akhir ini, dulu pernah jadi teman curhat teman yang banyak mengajari aku tentang arti hidup.Rasa ibaku muncul bukan sekedar iba tapi juga turut empati atas musibah ini. Sebagai anak laki laki pertama dalam keluarganya dia terbiasa hidup dengan penuh tanggungjwab, apalagi setelah sekian tahun di tinggal ayahnya d luar negeri, peran seorang ayah yang berusaha menjaga keluarganya diemban olehnya. Meski kita kenal baru sekitar kurang lebih tiga tahun. Tapi seakan akan kita sudah kenal sejak lama, bersahabat sejak lama. Itulah yang menyebabkan aku sangat kuatir dengan keadaannya, kawan semoga kau cepat sembuh begitu juga dengan keluargamu, ayahmu,ibumu dan adik adikmu.

Baru saja aku mendengar musibah atas kecelakaan Muhammad dan kelurganya, aku tambah kaget, temanku sebut saja Amir. Amir juga baru kena musibah,dia kehilangan jari jari tangannya saat sedang bekereja di sebuah pabrik mesin. Teman teman seperjuanganku dalam mengemban amanah dalam sebuah organisasi pelajar di kotaku dua tahun yang lalu ,baru saja di beri cobaan dari sang kholik.Muhammad dan Amir semoga kalian di beri kesabaran atas semua musibah ini. Maaf aku belum bisa menjenguk kalian. Jujur kawan, dulu ketika temen - temenku kena musibah, aku sedih tapi tak sesedih ini. Memang aku kenal kalian baru - baru ini, tapi pertemanan kita tersa begitu dalam, perjuangan kita dulu saat jalanin suka duka bersama masih terasa kawan. Muhammad dengan kewibawaannya yah meski kadang2 sering agak agak GJ (nggak jelas), hm Amir yang humoris, mungkin mereka sekerang lagi belajar untuk tersenyum lagi, ya meski aku tahu musibah ini tidak begitu mudah untuk di lewati dengan senyum , kesedihan terlihat dalam diri mereka, meski mereka mencoba untuk tetap tersenyum. Semangat mereka, memberikan kami sebuah pelajaran yang berharga. Dalam duka namun masih bisa tersenyum. Kawan ada sedikit baris puisi yang kutulis untuk aku sembahkan pada kalian , kawan...

Malam nyaris habis di peraduannya

Namun tak ada hasrat menutup mata

Lagu lagu nostalgia masa lalu

membuatku menoleh kenangan lalu

kebersamaan dalam mencapai satu tujuan

menorehkan sedikit coretan yang tak terlupa

bukan seberapa lama kita bersama

namun seberapa dalam kita memaknai arti persahabatan ini

begitulah yang ku rasakan kawan,

bersama aku rasakan begitu indahnya hidup.

Sekarang aku tak disampingmu lagi

Dimensi ruang dan waktu telah memisahkan kita

Hanya kabarmu yang bisa aku dengar

Dan aku terhenyak saat ku dengar kau disana

Kau sedang mencoba berdiri

Mencoba tersenyum

Mencoba bangkit atas ujian yang menimpa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun