Tentu saja ketika ibu-ibu di sana ikut lomba senam, dan kaset yang disetel berbunyi, "Telor... Teloorrr....."
Peristiwa tertukarnya kaset juga karena hal yang relate dengan masa itu, yaitu kaset yang suaranya mulai mengalun, harus ditaruh di dalam freezer kulkas. 80-an banget....
Kisah persahabatan, juga dibumbui percintaan di antara anak-anak perumahan Dobong sungguh melayangkan pikiran ke masa persahabatan di zaman tersebut. Kenakalan, keseruan, ke-'cupu'-an, penuh warna, dan "rebel"-nya remaja kala itu, mirip dengan remaja di masa Orde Baru di Indonesia.
Keluarga-keluarga dan hubungan antar tetangga yang tergambar dalam Reply 1988 juga seperti cermin keluarga dan tetangga di Indonesia.
Bapak yang bekerja keras untuk keluarga, yang tidak ingin ada masalah dalam politik. Sementara ada anak yang sudah menjadi mahasiswa dan tercerahkan dengan demokratisasi, dan hubungan cinta yang tak sampai dan tak terkomunikasikan, dan pasang surutnya keakraban di antara remaja di kompleks.
Jadi kata siapa drakor cuma berisi kisah cinta fantasi, atau perselingkuhan, atau hal-hal yang serba remaja kekinian. Banyak kok drakor yang bertema berat seperti politik, kriminal, hukum, konspirasi, dan lainnya.
Saya sendiri lebih suka drakor bergenre (1) humor/komedi, (2) politik/konspirasi, (3) kriminal/hukum, (4) fantasi, (5) bertema kerajaan Korea.
Yah... Setiap orang butuh sekadar hiburan melepas penat dari aktivitas keseharian. Drakor menjadi salah satu katarsis pelepas dahaga yang murah meriah.
Bagaimana dengan kamu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H