Karena tidak tayang, gue klik klik klik klik mouse komputer gue waktu itu berkali-kali.
Dan tiba-tiba tulisan gue tayang double-double ada lebih dari 10 artikel dengan judul dan isi yang sama.
Waduh. Gue coba delete. Eh error lagi. Semuanya gak bisa didelete.
Waduh gimana...?
Akhirnya gue pikir solusinya, gue harus numpuk tulisan-tulisan error yang double-double itu dengan tulisan-tulisan baru. Tulisan apapun. Sesepele apapun. Yang penting tumpukan tulisan yang error itu bisa semakin melipir ke bawah hingga gak kelihatan di laman pertama.
Maka sejak itulah menulis apapun sesepele apapun jadi dilakukan setiap saatnya.
Dampak berikutnya yang mengikuti adalah gue jadi aktif nulis di Kompasiana.
Long story short, sampai ada pihak lain dari grup perusahaan besar juga yang notice dengan tulisan-tulisan gue, lalu gue "dilamar" untuk bekerja dalam grup perusahaan tersebut. Hingga bos grup perusahaan itu aktif dalam perpolitikan di Indonesia sampai bos gue itu membantu pemenangan Presiden RI ke-7.
Tak terasa Kompasiana telah berperan untuk Indonesia dari masa Presiden RI ke-6, SBY, hingga presiden yang ke-8.
Gue berharap nalar kritis di Kompasiana terus ditumbuhkan sebagai alat kontrol bagi pemerintah yang berkuasa saat ini dan nanti.