Mohon tunggu...
Erri Subakti
Erri Subakti Mohon Tunggu... Penulis - Analis Sosial Budaya

Socio Culture Analyst

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[KCV] Cinta Anak Perempuan Jalang

13 Februari 2012   21:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:42 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kolaborasi Cerpen Valentine (KCV):  "Cinta Anak Perempuan Jalang"

Hannah Hakim & Erri Subakti

(Peserta no. 55)

Cuaca di Melbourne Beach nampak tidak bersahabat kali ini. Debur ombak berkejaran tanpa henti menghempaskan apapun yang tersentuh olehnya. Ulah dua bibit badai yang menyapa Melbourne bulan ini membuat gelombang laut semakin tinggi. Tak banyak orang yang mau menghabiskan waktunya bercengkrama dalam cuaca seperti ini. Namun bagi perempuan muda ini, bibit badai merupakan 'sahabat' yang ia jadikan tempat melepas penat di akhir pekan.

"Mengapa kamu masih belum bisa menerimaku sebagai kekasihmu, Tan? Bukankah kamu telah mengenalku lebih dari 10 tahun lalu bahwa aku tak bisa mencintai perempuan lain.. selain kamu... Aku memang beberapa kali berpacaran.. namun itu semua hanya pelarianku saja, karena kamu tak juga membuka hatimu untukku... Dan kini aku lelah terus berlari.. aku lelah terus melawan rasa ini... karena aku memang tidak bisa lepas dari cintaku padamu... dan aku tau di lubuk hatimu terdalam.. kamu pun mencintaiku... ya.., aku tau itu..."

Masih terngiang ucapan Vano tadi siang. Perkataan serupa yang telah dilontarkannya berulangkali kepada Tania. Namun sekian kali pula Tania hanya menjawab, "Kamu belum tau siapa aku sebenarnya Van.. meski kita telah sangat dekat dari sejak di bangku SMA... banyak hal yang masih aku sembunyikan tentangku..." Tanpa alas kaki, perempuan ini menyusuri tepian pantai Melbourne. Angin membuat rambut panjangnya terus menari-nari. Sweater merah ketat dengan turtle neck sedikit melindunginya dari hembusan angin nakal. Ia menggulung celana jeans-nya sampai di bawah lutut. Terkadang ia berjalan dengan perlahan, terkadang pula berlari dengan teriakan-teriakan yang hanya dimengerti oleh dirinya sendiri. Pantai memang selalu menjadi tempat Tania membuang segala keresahan hatinya. Pantai selalu membawanya kembali kepada kenangan masa kecilnya di Pangandaran. Saat-saat ia biasa bermain di bawah Terminalia Katappa, pohon rindang yang memiliki cabang mendatar dan bertingkat–tingkat seperti pagoda. Ia dan teman-temannya sering mengumpulkan buah keringnya untuk kemudian dibakar dan dimakan bersama-sama. Ketapang, begitu sebutannya, rasanya seperti kacang almond namun tidak terlalu kering. Sungguh merupakan masa-masa yang indah... Namun rona wajahnya seketika berubah, kenangan bersama teman-teman masa kecilnya menguap begitu saja, ketika bayangan 'mimpi buruk' itu hadir kembali. Peristiwa yang amat menyakitinya dan membuatnya menderita, menjadikan hidupnya selalu dibayangi oleh trauma berkepanjangan. Butiran-butiran bening pun mengalir deras dari kedua pelupuk matanya.

Peristiwa yang selalu menyesakkan dadanya, meski telah terjadi dua puluh tahun yang lalu. Sebuah aib yang sudah merampas harga dirinya ke titik terendah. Orang tua yang seharusnya menjadi pelindung baginya tak lebih dari pemangsa yang buas..! Ayah yang dihormatinya, nyata-nyata telah merenggut keindahan masa kecilnya. "Kamu pantas mendapatkan ini semua...! Ibumu adalah perempuan jalang... dan kamu pun hanya seorang anak jalang...!" kecam ayahnya saat ia menanyakan mengapa ia selalu disakiti seperti itu. Saat itu ia tak mengerti kenapa ibunya hanya bisa menangis dan memeluk saat ia menceritakan semuanya. Ibu malah berkata, “Ini salah ibu, ini salah ibu, maafkan ibu tapi ibu tidak bisa melakukan apa-apa...” Belakangan Tania mengetahui bahwa ia memang bukan anak kandung ayahnya. Ibunya bertemu kembali dengan kekasihnya setelah menikah dengan ayah dan memiliki satu putri. Ibu berhubungan kembali dengan kekasihnya dan akhirnya lahirlah dirinya. Ayahnya tetap mau menerima ibunya kembali karena tidak mungkin seorang tokoh yang menjadi panutan masyarakat bercerai. Ayahnya membalas apa yang telah dilakukan oleh ibunya kepada dirinya sebagai objek sasaran balas dendam. Setiap kali ibunya pergi ke pasar, tubuhnya menjadi sasaran eksploitasi kemarahan yang berwujud kekerasan seksual. Setelah menamatkan SD, perempuan ini bersikeras untuk tinggal di rumah neneknya di Jakarta, dan terlepas dari gangguan ayahnya secara fisik. Namun secara psikis bathinnya tetap menderita. Itu sebabnya ia selalu menyibukkan diri dan berkonsentrasi dengan berbagai aktivitas akademik saja sepanjang masa remajanya hingga berkuliah. Tak ayal ia pun mendapatkan beasiswa untuk meneruskan kuliahnya di Monash University, Melbourne.
Kini usia Tania telah menginjak menginjak 27 tahun. Beberapa kali ia berkonsultasi dengan psikolog untuk menyembuhkan trauma yang begitu membuatnya terluka. Metode hipnoterapi, terapi perilaku, desentiasi dan entah berapa metode lagi yang sudah dilakukan belum juga bisa menyembuhkannya dari luka psikis yang dialaminya. Tania selalu tegang dan berkeringat bila berdekatan dengan laki-laki. Beberapa kali ia mencoba memiliki hubungan dengan laki-laki namun setiap kali kedekatan itu berlanjut perasaan ketakutan selalu menyergapnya dan akhirnya hubungannya kandas begitu saja. Namun tidak begitu jika ia bersama Vano. Hanya Vano yang bisa meluruhkan luka bathin Tania. Menjadi penyejuk bagi hatinya. Vano yang selalu menyirami Tania dengan kasih tulusnya. Hingga Tania mengalamirelationship addiction dengan Vano. Tania kecanduan Vano... meski tidak sebagai kekasihnya. Karena ia menyadari, ia tak mungkin mengeluarkan semua racun di dalam bathinnya hanya untuk ditumpahkan pada Vano saja.
Maafkan aku Vano... Bukannya ku tak mencintaimu... Bukan pula kamu tak layak untuk mendampingiku... Sebaliknya... justru kamulah pria sempurna untukku yang selalu ada disaat aku membutuhkan bahu untuk bersandar.. yang selalu tulus menjagaku di saat aku kehilangan arah Namun kau bagai malaikat untukku... sedangkan aku hanyalah seorang perempuan yang tak suci lagi.. yang penuh racun di dalam bathin ini... ya, aku mengalami "relationship addiction" denganmu.. aku kecanduan kamu... namun aku tak ingin menjadikanmu tempat pembuangan segala racun yang ada di dalam bathinku... aku tak ingin menjadikanmu tempat pembuangan limbah.., yang justru akan mengeruhkan isi hatimu... aku ingin kamu tetap jernih... dan menjadi penyejuk bagi hatiku.. dan tetap meyiramiku dengan cintamu... 'Sembuhkan' aku... karena aku terluka dan 'sakit...' Kaulah detox bathin untukku... sedangkan aku hanya anak perempuan jalang...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun