Jika "JELATA" adalah kata yang mengandung makna kelas sosial dan identik dengan Rakyat miskin, kaum buruh, dan termarginalkan secara Ekonomi, dan kata ini adalah kata sifat,(Jelata, lebih Jelata, Paling/ terJelata) maka Saya pernah hidup dengan status Itu: Buruh Ter-jelatah!
Ya Menjadi buruh terjelatah disebuah negara Kapitalis yang mengupah kami kaum buruh terJelata dengan sistem upah yang dihitung berdasarkan jam kerja.
Dengan status "ter-jelatah" Itu, Saya kerja serabutan untuk menghidupi anak dan Istri Saya di Tanah orang. Jam 10 malam, Saya sudah harus mencuci mobil bekas di show room yang jumlah mobilnya ratusan (bayangkan Jika musim dingin). Pulang biasanya jam 2 dini Hari. Tidur sebentar, Lalu Bangun jam 6 karena sudah harus siap siap kerja lagi di Hotel berbintang, dari jam 7 sampai jam 5. Waktu yg tersisa adalah waktu Saya untuk keluarga dan mengerjakan tugas kuliah. Jika Ada jadwal kUliah maka Saya harus negosiasi jadwal kerja Saya. Tidak jarang Saya lupa waktu kUliah krn saking seriusnya menjalani status buruh terjelata.
Pernah Suatu ketika Saya ketemu teman sekelas
Yhan Rahayani
, dalam bus, dan dia bertanya 'Bang TB ga kuliah?" Aku baru sadar bahwa Hari Itu aku harus kuliah, bukan kerja, Â . Tapi tetap bersyukur karena memang niatnya kuliah yah tetap dapat nilai High Distinction meski tugasnya seeing dikebut semalam Â
Singkat cerita, dengan status buruh terjelata yang dibayar per jam tersebut, alhamdulilah Saya masih bisa nabung, Punya dua mobil .. bisa jalan jalan ke berbagai tempat, dan yang paling penting masih bisa makan enak dengan keluarga tanpa harus menjual isu perut di jalan jalan dan merusak fasilitas umum.
Dengan status ter-jelatah tersebut, Saya diasuransikan, Jika Saya kerja pada hari libur maka hitungan upahnya lebih besar. Tiap tahun Saya menerima Tax Rebut alias pengembalian Pajak bagi kami kaum buruh terjelata, dan menerima semacam tabungan Tenaga Kerja saat berhenti kerja.
Dengan status ter-jelatah saya Masih Sanggup bahagia Â
.......
Lha, jangan sombong, Itu kan disana, disini kan beda!
Ok, disini memang beda karena sistem pajaknya tidak transparan. Kita ga pernah tahu hitungan hitungan Pajak dengan benar dan ga pernah diberi return Jika Kita memang berhak. Return ini sebenarnya sistemnya adalah subsidi silang dari yang bayar pajak banyak karena sudah kaya dan kami kaum buruh yang bayar pajak meski pendapatan pas pasan. Prinsipnya mirip Ekonomi Syariah. Yes, Syariah dinegara Kafir!
Disini kita ngomong segala sesuatu Syariah tapi baru sebatas label dagangan untuk dapat keuntungan dari mereka yang "wis poko'e sounds arabic!"
Beda, karena disini Kaum Pengusaha bisa kongkalikong dengan penguasa soal Pajak, soal kewajiban terhadap buruh dan karyawan,
Beda, karena disini penegakan aturan aturan yang membela hak buruh sangat mencla mencle.
Beda, karena disini kita rakyat Buruh terjelatah juga terlalu sentimentil dengan mental minta dikasihani yang pengen kerja gajinya bulanan dan statusnya harus karyawan tetap!
Dalam sebulan, Kita 3 Hari ijin sakit, 4 hari ijin kondangan, 5 Hari pulang Cepat karena ada ibadah dirumah.. de el el, Lalu nuntut asuransi dan lembur...
Itu bedanya, ...
Jadi, Jika tiga kubu "Pemerintah - Pengusaha - Karyawan/Buruh (ter-jelatah) berbenah, maka kita masih bisa bahagia bersama tanpa gesekan gesekan, tanpa bakar membakar, tanpa rusak merusak.
Pemerintah menegakan aturan yang membela hak karyawan/buruh sekaligus melindungi Dunia Usaha, Pengusaha mau mengikuti aturan dan tidak serakah, Kaum buruh berbenah Menjadi buruh tangguh dengan etos kerja yang tidak cemen dan sentimentil,..
Jika semua Kita berbenah tanpa curiga, tanpa emosi, dan tanpa penuggang gelap,...
Maka,...
Menjadi Rakyat dan Buruh terjelata adalah status sosial Paling bahagia diplanet ini.
Tabik, TB