Mohon tunggu...
Tomy Bawulang
Tomy Bawulang Mohon Tunggu... Human Resources - Pembaca

Pendengar, Penyimak, , dan Perenung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Telikung Marquez, 'Tendangan Maut' Rossi dan Pilkada Manado

31 Oktober 2015   09:13 Diperbarui: 31 Oktober 2015   10:49 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terkait soal status Imba sebagai mantan terpidana kasus korupsi, sebenarnya hal ini tidak terlalu berpengaruh jika dimainkan sebagai salah satu element dalam strategy pemenangan. Siapapun di Manado pasti kenal Imba sebagai mantan nara pidana. Memang ada segment pemilih idealis yang mungkin menjadikan ini sebagai pertimbangan dalam menentukan pilihan. Tapi jika data beberapa survei yang menempatkan Imba pada posisi teratas valid, dilakukan secara independent dan objektif, maka ini adalah realitas terkini yang harus dipahami oleh lawan politik Imba sebagai clue bahwa segment pemilih idealis ini cukup minim jumlahnya. Jika asumsi ini akurat maka, kelompok terbesar pemilih Manado adalah segment “pemaaf”.

Saya lebih mengatakan ‘pemaaf’ bukan ‘pelupa’, karena peristiwa Imba sebagai mantan napi masih hangat diingatan pemilih Manado. Mungkin sedikit subjectif jika saya katakan bahwa segment pemilih ‘pemaaf’ ini berkorelasi dengan aspek budaya lokal yang terkonstruksi dengan prinsip prinsip religius humanistik misalnya, ‘hal mengasihi yang teraniaya’, ‘memaafkan yang bersalah’ , ‘jangan menghakimi’ dll. Jika asumsi korelatif ini benar maka seperti yang dibuktikan survei, strategi "telikung" yang sedang dimainkan oleh calon calon lain yang berusaha menjegal laju Imba justru akan kontra - produktif dengan upaya pemenangan calon mereka sendiri.

Yang saya heran, ada beberapa konsultan politik lokal yang selalu mengedepankan element ‘budaya’ dalam meramu strategi pilkada kog bisa merekomendasikan strategi telikung ini? Bukankah jika mereka memahami benar konidisi psikologi sosial masyarakat yang mendasari konstruksi budaya lokal yang anti ‘peng-dzoliman’ tidak akan memilih strategy telikung Marquez dalam pilkada Manado? atau element budaya yang selama ini mereka mainkan hanya sebatas mobilisasi isu primordial dengan dasar yang sangat dangkal?

Saya geli melihat pertarungan dengan gaya tidak fair seperti yang sedang dimainkan di Pilkada Manado saat ini. Saran saya, biarlah Pilkada Manado berlangsung fair, berikan saja kesempatan yang sama kepada semua kontestan. Tidak perlu saling telikung, toh rakyat Manado cukup cerdas untuk menentukan pilihan. Mereka tahu yang terbaik untuk mereka. Kontestan Pilkada semestinya berlomba lomba dalam kebaikan dan berikan rakyat Manado pilihan pilihan yang bisa membawa perbaikan dan peningkatan kualitas hidup rakyat Manado. Soal legalitas Imba, serahkan saja pada pihak penyelenggara.

Seandainya Imba pun harus dianulir pada menit menit terakhir, biarlah itu terjadi karena proses hukum yang objektif. Pasangan lain tidak perlu sibuk menelikung apa lagi menggunakan instrument kekuasaan. Fokus saja pada kekuatan diri (team) dan maksimalkan itu untuk meraih kemenangan yang elegan ‘glorius victory’. Tidak usah sibuk mencari cari kelemahan lawan. Itu baru elegan. Ingat masih banyak swinging voters yang belum menentukan pilihan sampai hari ini. Strategy telikung dengan men-dzolimi lawan tidak relevan dengan konstruksi budaya Manado. Dan ini jelas tidak akan menarik minat swinging voters untuk mengalihkan dukungan kepada calon penelikung. Praktek telikung, belive it or not, justru akan mengkonstruksi image figur Imba sebagai pihak yang teraniaya.

 

Dan seperti yang saya kemukakan diatas, kultur Manado akan cenderung berpihak pada figur yang teraniaya. Selain itu, praktek telikung -menelikung dalam kontestasi pilkada hanya akan menimbulkan perpecahan yang tentunya tidak kita inginkan bersama. Jika strategy telikung ini tetap dilakukan, saya kuatir, Pertama: Seperti Marquez, strategy ini akan menjadi bumerang dan mencelakakan diri sendiri. Kedua, sebagai manusia, seperti halnya Valentino Rossi yang jengkel dan merasa dicurangi, Imba pun dengan track record dan latar belakang beliau yang sangat mapan di belantara rimba politik, sangat sanggup melakukan serangan balik dengan ‘strategi tendangan maut’ . Jika ini terjadi, ini akan merupakan preseden buruk dan petaka bagi proses demokrasi di Manado. Berkompetisi saja secara sehat. Dengan demikian kita bisa melakukan pembelajaran politik dan demokrasi kepada rakyat Manado secara lebih baik. Bukankah Torang Samua Basudara?

 

Salam untuk Manado yang lebih baik.

Adelaide, South Australia 31 Oct 2015

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun