Bagi sebagian orang, terutama para haters PDIP dan mereka yang kritis terhadap pemerintahan Jokowi yang biasa dibela habis-habisan oleh Megawati dulu, penetapan Hasto Kristyanto (Sekjen PDIP) sebagai Tersangka oleh KPK dalam kasus suap yang dilakukan Harun Masiku, boleh jadi merupakan momen yang memuaskan. Hasto, akhirnya masuk jeratan KPK, dan apresiasi buat lembaga anti rasuah itu.
Tetapi bagi yang mengetahui bagaimana perjalanan kasus hukum Harun Masiku dalam kaitannya dengan dinamika kekuasaan, pasti memiliki pandangan yang berbeda. Bahkan seandainyapun mereka termasuk haters-nya PDIP, Megawati dan Jokowi pasca Pilpres 2019 silam.
Dalam perspektif yang kedua tersebut, berdasarkan bukti-bukti yang dirilis KPK, Hasto memang wajar ditersangkakan. Masalahnya kemudian, mengapa baru sekarang, setelah limatahunan kasus suap ini bergulir dan Harun Masiku sebagai tersangka utama masih juga buron? Karena itu, alih-alih memberi apresiasi, publik justru mempertanyakan langkah KPK.
Hasto dan Relasi Jokowi-PDIP
Kecurigaan publik tadi tentu bukan tanpa alasan. Sebagaimana diketahui, hampir lima tahun silam, sejumlah indikasi keterlibatan Hasto dalam kasus suap yang dilakukan Harun terhadap Wahyu Setiawan (Komisioner KPU RI) sebetulnya sudah terdeteksi. Bersama Harun Masiku, Hasto bahkan sempat diburu-target oleh penyidik KPK pada tanggal 8-9 Januari 2020 (Majalah Tempo, Edisi 11 Januari 2020).
Hasto ditarget karena dianggap mengetahui bahkan turut mengondisikan kasus penyuapan oleh Harun terhadap Wahyu. Rabu malam, 8 Januari 2020, Tim Penyelidik KPK memburu Hasto yang dikabarkan berada di komplek Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) di Jalan Tirtayasa Melawai Jakarta Selatan.
Alih-alih berhasil menangkap Harun dan Hasto, lima orang penyelidik KPK justru dicokok petugas kepolisian di PTIK. "Tim penyelidik kami sempat dicegah oleh petugas PTIK dan kemudian dicari identitasnya. Penyelidik kami hendak salat," ungkap Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, Kamis 9 Januari 2020 seperti dikutip Majalah Tempo.
Sekitar 7 jam para penyelidik KPK itu ditahan di PTIK. Kemudian baru dilepas setelah Direktur Penyidikan KPK R.Z. Panca Putra Simanjuntak tiba di sana sekitar pukul 03.30, Kamis, 9 Januari 2020. Operasi Senyap untuk menangkap Harun dan Hasto kemudian buyar. Sejak itu Harun Masiku buron hingga saat ini.
Selang sehari, Hasto membantah terlibat dalam perkara ini. Ia menuturkan sejumlah informasi yang mengaitkan dirinya dengan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu cs ini sebagai pembingkaian alias framing. "Dengan berita ini menunjukkan adanya berbagai kepentingan untuk membuat framing," ujar Hasto di arena Rakernas I PDI Perjuangan di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat 10 Januari 2020 (dikutip kembali oleh Tempo.co, 24 Desember 2024).
Mengapa Hasto dan Harun "aman"? Hasto aman meski namanya disebut dalam persidangan Saeful Bahri, salah satu tersangka yang merupakan stafnya pada Kamis 30 April 2020. Harun aman di jagat pelariannya meski KPK (tampak serius) memburunya kemana-mana.
Meski tak mudah dibuktikan, spekulasi yang kemudian berkembang sejauh ini, setidaknya hingga sebelum perhelatan Pilpres 2024 lalu, mereka "aman" karena hubungan mesra Jokowi dengan PDIP-Megawati di tampuk kekuasaan. Relasi Jokowi-PDIP Megawati saat kasus suap Harun Masiku terjadi masih dalam suasana "bulan madu politik" setelah Jokowi memenangi Pilpres 2019.
Jokowi dan PDIP Megawati saat itu tengah menjadi epicentrum kekuasaan, yang memilik bukan saja pengaruh, tetapi juga otoritas besar mengendalikan semua perangkat negara dan pemerintahan. Mereka solid dan saling support di tengah dinamika kepolitikan nasional yang masih panas sebagai akibat ketidakpuasan pendukung Prabowo-Sandiaga terhadap proses dan hasil perhelatan Pilpres 2019.
Sekali lagi, meski tak mudah dibuktikan. Publik menduga bahwa Hasto dan Harun "dilindungi" kekuasaan, yang kala itu masih solid dalam satu frekuensi politik. Jokowi masih merupakan "petugas partai" yang amat loyal dan berdedikasi. Megawati masih memposisikan dirinya sebagai "ibu" yang mengayomi setiap langkah dan kebijakan Jokowi sebagai Presiden. Dan PDIP adalah perahu besar mereka bersama jutaan kader setianya dalam mengawal dan membentengi perjalanan kekuasaan Jokowi.
Hasto dan Perahu Retak PDIP
Perahu besar itu kini sudah retak. Jokowi dan Megawati tidak lagi sejalan dalam satu barisan. Keretakan ini belum lama mencapai puncak dengan diberhentikannya Jokowi dari statusnya sebagai anggota dan otomastis kader PDIP. Bahkan juga anak dan menantunya, Gibran dan Bobby.
Keretakan itu diduga berawal dari ambisi Jokowi untuk terus berkuasa dengan berbagai siasat politik tetapi kemudian ditolak oleh Megawati. Mulai dari usulan perpanjangan masa jabatan hingga penambahan periode jabatan melalui jalan amandemen UUD 1945. Setelah semua upaya yang cenderung inkonstitusional itu gagal, Jokowi akhirnya mengubah haluan politiknya dengan "melawan" titah partai dalam perhelatan Pilpres 2024.
Jokowi maju dengan manuver lain, yakni menyiapkan Gibran Rakabuming, putra sulungnya, menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Suatu manuver yang telah memicu kegaduhan politik lantaran dalam proses kandidasinya sempat menyeret Mahkamah Konstitusi (MK) kedalam pusaran konflik elektoral.
Dengan sokongan kekuasaannya yang masih efektif, Prabowo-Gibran akhirnya memenangi kontestasi Pilpres sekaligus memecundangi Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP. Okotber lalu Prabowo-Gibran diambil sumpah/janjinya, sehari kemudian kabinet baru pemerintahan dilantik, dan PDIP clear mengambil posisi berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran yang masih berada dalam bayang-bayang pengaruh besar Jokowi.
Di tengah perseteruan yang nampaknya masih akan terus memanas antara Jokowi versus PDIP Megawati inilah Hasto akhirnya masuk kembali kedalam radar penyelidikan dan penyidikan KPK setelah hampir lima tahun "aman-tenteram." Kemarin Hasto bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Dan itulah pula yang kemudian memicu kecurigaan publik, bahwa penetapan status tersangka Hasto lebih karena relasi Jokowi-PDIP Megawati sudah selesai. Andai saja relasi kekuasaan Jokowi-PDIP Megawati masih terus mesra, Hasto boleh jadi akan aman selamanya.
Bagaimana dengan Harun Masiku sendiri? Dugaan saya, tidak lama lagi Harun akan "muncul dan ditangkap" KPK. Bukan karena laporan warga yang bersemangat memburu dan menemukan Harun karena bakal dapat hadiah 8 Milyar dari Maruarar Sirat (mantan teman satu partai dengan Harun). Melainkan karena waktu bagi Harun sudah habis menyusul tuntasnya relasi kekuasaan Jokowi dan PDIP Megawati.
Tearkhir, jika bukti-bukti yang dirilis KPK sahih dan akurat, Hasto dan siapapun yang terlibat tentu pantas diadili. Apalagi Harun si Buronan itu. Tetapi mestinya bukan saat ini, melainkan dulu, hampir lima tahun lalu. Supaya publik percaya dan yakin bahwa penegakan hukum oleh KPK memang steril dari intervensi kekuasaan atau pengaruh orang perorang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H