Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hasto Tersangka, Langkah KPK dan Relasi Kuasa yang Berubah

25 Desember 2024   11:51 Diperbarui: 25 Desember 2024   11:52 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi dan PDIP Megawati saat itu tengah menjadi epicentrum kekuasaan, yang memilik bukan saja pengaruh, tetapi juga otoritas besar mengendalikan semua perangkat negara dan pemerintahan. Mereka solid dan saling support di tengah dinamika kepolitikan nasional yang masih panas sebagai akibat ketidakpuasan pendukung Prabowo-Sandiaga terhadap proses dan hasil perhelatan Pilpres 2019.

Sekali lagi, meski tak mudah dibuktikan. Publik menduga bahwa Hasto dan Harun "dilindungi" kekuasaan, yang kala itu masih solid dalam satu frekuensi politik. Jokowi masih merupakan "petugas partai" yang amat loyal dan berdedikasi. Megawati masih memposisikan dirinya sebagai "ibu" yang mengayomi setiap langkah dan kebijakan Jokowi sebagai Presiden. Dan PDIP adalah perahu besar mereka bersama jutaan kader setianya dalam mengawal dan membentengi perjalanan kekuasaan Jokowi.

Hasto dan Perahu Retak PDIP

Perahu besar itu kini sudah retak. Jokowi dan Megawati tidak lagi sejalan dalam satu barisan. Keretakan ini belum lama mencapai puncak dengan diberhentikannya Jokowi dari statusnya sebagai anggota dan otomastis kader PDIP. Bahkan juga anak dan menantunya, Gibran dan Bobby.

Keretakan itu diduga berawal dari ambisi Jokowi untuk terus berkuasa dengan berbagai siasat politik tetapi kemudian ditolak oleh Megawati. Mulai dari usulan perpanjangan masa jabatan hingga penambahan periode jabatan melalui jalan amandemen UUD 1945. Setelah semua upaya yang cenderung inkonstitusional itu gagal, Jokowi akhirnya mengubah haluan politiknya dengan "melawan" titah partai dalam perhelatan Pilpres 2024.

Jokowi maju dengan manuver lain, yakni menyiapkan Gibran Rakabuming, putra sulungnya, menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Suatu manuver yang telah memicu kegaduhan politik lantaran dalam proses kandidasinya sempat menyeret Mahkamah Konstitusi (MK) kedalam pusaran konflik elektoral.

Dengan sokongan kekuasaannya yang masih efektif, Prabowo-Gibran akhirnya memenangi kontestasi Pilpres sekaligus memecundangi Ganjar-Mahfud yang diusung PDIP. Okotber lalu Prabowo-Gibran diambil sumpah/janjinya, sehari kemudian kabinet baru pemerintahan dilantik, dan PDIP clear mengambil posisi berada di luar pemerintahan Prabowo-Gibran yang masih berada dalam bayang-bayang pengaruh besar Jokowi.

Di tengah perseteruan yang nampaknya masih akan terus memanas antara Jokowi versus PDIP Megawati inilah Hasto akhirnya masuk kembali kedalam radar penyelidikan dan penyidikan KPK setelah hampir lima tahun "aman-tenteram." Kemarin Hasto bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Dan itulah pula yang kemudian memicu kecurigaan publik, bahwa penetapan status tersangka Hasto lebih karena relasi Jokowi-PDIP Megawati sudah selesai. Andai saja relasi kekuasaan Jokowi-PDIP Megawati masih terus mesra, Hasto boleh jadi akan aman selamanya.

Bagaimana dengan Harun Masiku sendiri? Dugaan saya, tidak lama lagi Harun akan "muncul dan ditangkap" KPK. Bukan karena laporan warga yang bersemangat memburu dan menemukan Harun karena bakal dapat hadiah 8 Milyar dari Maruarar Sirat (mantan teman satu partai dengan Harun). Melainkan karena waktu bagi Harun sudah habis menyusul tuntasnya relasi kekuasaan Jokowi dan PDIP Megawati.

Tearkhir, jika bukti-bukti yang dirilis KPK sahih dan akurat, Hasto dan siapapun yang terlibat tentu pantas diadili. Apalagi Harun si Buronan itu. Tetapi mestinya bukan saat ini, melainkan dulu, hampir lima tahun lalu. Supaya publik percaya dan yakin bahwa penegakan hukum oleh KPK memang steril dari intervensi kekuasaan atau pengaruh orang perorang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun