Pertama, literasi politik elektoral warga Banten pasca Pilpres 2024 bertumbuh demikian rupa dan ini memberi pengaruh pada pengetahuan dan pemahaman mereka dalam kaitannya dengan proses Pilkada. Terutama sebagaimana disinggung didepan tadi, terkait proses kandidasi Gubernur dan Wakil Gubernur berlangsung, yang terbaca oleh publik lebih mengedepankan kepentingan politik para elit partai ketimbang suara-suara akar rumput.
Berbasis pengetahuan dan pemahaman itu, para pemilih yang tersebar di partai-partai KBM, yang pada Pileg dan Pilpres 2024 lalu memberikan suaranya kepada partai-partai di KBM sangat mungkin akan mengubah pilihan sikap politiknya di Pilgub Banten besok. Dalam konteks ini split ticket voting terjadi karena pilihan elit partai tidak mencerminkan suara-suara akar rumput.
Dalam perspektif teori konflik harapan dari Jacobson, sikap para pemilih yang memberikan suaranya kepada kandidat yang diusung bukan oleh partai atau gabungan partainya ini terjadi karena terdorong untuk mencari alternatif kebutuhan atau kepuasan politik yang justru ditawarkan oleh partai atau koalisi partai lawan.
Kedua, split ticket voting dalam Pilgub Banten besok juga bisa terjadi karena para pemilih (bisa kader, bisa juga sekedar simpatisan partai di tubuh KBM itu) terpapar oleh "virus kesadaran" untuk melakukan perlawanan terhadap nafsu kuasa dan ambisi politik kubu pemenang Pilpres (yang saat ini sedang berada diatas angin kekuasaan) yang kelewat serakah, semua level dan lini kekuasaan ingin dikuasainya.
Dalam perspektif teori check and balance, fenomena split ticket voting model ini terjadi karena adanya dorongan terhadap para pemilih untuk secara aktif berpartisipasi dalam membangun dan menghidupkan pengawasan, kendali dan keseimbangan diantara faksi-faksi politik yang saling berkompetisi.
Ketiga, dalam kasus yang lebih khusus, gejala split ticket voting di Pilgub Banten juga bisa terjadi karena dipicu oleh kekecewaan para kader partai setelah figur yang diharapkan dimajukan oleh partainya tidak kesampaian. Dalam kasus ini, split ticket voting di Pilgub Banten potensial cukup besar terjadi di partai Demokrat dan Nasdem.
Mengapa demikian?Â
Demokrat memiliki dua figur yang sesungguhnya pantas dan layak maju sebagai kandidat Gubernur atau Wakil Gubernur, yakni Arief Wiesmansyah (mantan Walikota Tangerang dua periode) dan Iti Octavia Jayabaya (Ketua DPD Partai Demokrat Banten, mantan Bupati Lebak dua periode). Popularitas keduanya, meski tak sebesar Airin, cukup tinggi di Banten. Tapi Demokrat lebih memilih merapat ke kubu KBM.
Situasi yang mirip terjadi pada kasus Partai Nasdem. Wahidin Halim, Ketua DPW Partai Nasdem Banten yang sekaligus mantan Gubernur Banten dan sempat mengisyaratkan akan maju kembali di Pilgub 2024 ini tidak jadi pada akhirnya. Karena Nasdem juga memilih bergabung ke KBM dan mengusung Andra-Dimyati.
Terkait kasus di dua partai KBM tersebut, saya menduga sebagian pemilih loyalis Arief, Iti Octavia dan Wahidin akan mengalihkan suara mereka kepada Airin-Ade Sumardi lantaran kecewa figur-figur jagoannya gagal maju.
Baiklah dulur-dulur se-Banten. Selamat memilih. Jangan lupa, literasi Pilkadanya dimatangkan hari ini, dan besok bawa serta hati nurani saat masuk ke bilik suara.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!