Hanya saja, secara kuantitatif persebaran fenomena ini lebih banyak terjadi di tubuh koalisi pengusung Andra-Dimyati. Dan dengan demikian, efek positifnya cenderung akan diperoleh pasangan Airin-Ade Sumardi. Berikut ini beberapa argumentasinya.
Pada partai pengusung Airin-Ade Sumardi (terutama PDIP dan Golkar), split ticket voting tidak akan terlalu besar jumlahnya karena basis massa kedua partai ini relatif solid.Â
Dalam konteks Pilgub 2024 hal ini dimungkinkan terutama karena proses kandidasi yang begitu rupa, yang sempat membuat Airin-Ade Sumardi berada di ujung tanduk sebelum putusan MK Nomor 60 Tahun 2024 terbit yang memungkinkan PDIP dapat memajukan sendiri pasangan calon tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.
Selain itu, dalam posisi sebagai bakal calon Gubernur Airin sendiri sempat mendapat "perlakuan" tidak ramah secara politik oleh partainya sendiri (Golkar) sebelum akhirnya partai yang dipimpin Bahlil ini menarik dukungannya dari Andra-Dimyati dan mengalihkannya kepada Airin setelah difetakompli oleh situasi politik kandidasi kala itu.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya Golkar memberikan rekomendasi pencalonan kepada Andra-Dimyati. Padahal jauh sebelum Bahlil terpilih menjadi Ketua Umum, Airin sudah mendapat penugasan untuk pencalonan Gubernur Banten ketika Golkar masih dipimpin Airlangga.
Mandat itu kemudian diterjemahkan Airin dengan melakukan persiapan dan langkah-langkah konsolidatif secara masif sebagai bakal kandidat Gubernur. Airin rajin menyosialisasikan diri kepada warga Banten. Dan hasilnya elektabilitas Airin unggul dibandingkan semua figur bakal kandidat Gubernur Banten. Popularitas dan elektabilitas Airin bahkan berada jauh diatas Andra maupun Dimyati.
Situasi yang dialami Airin dalam proses kandidasi yang berlangsung demikian itu secara psikososial telah menstimulus rasa simpati dan empati politik. Bukan hanya dari akar rumput Golkar dan PDIP, tetapi juga dari warga Banten secara umum.
Sementara itu, dari perspektif internal PDIP sendiri, dukungan basis massa partai ini boleh jadi lebih solid lagi, setidaknya karena dua alasan. Pertama, adanya arus dan semangat perlawanan terhadap kekuatan politik gigantis yang didukung kekuasaan pusat.Â
Kedua, figur calon Gubernurnya, Ade Sumardi adalah Ketua DPD PDIP Banten sendiri. Gairah mengantarkan kader internal ke tampuk Gubernuran tentu akan menjadi energi tersendiri yang dapat memperkuat soliditas politik internal mereka.Â
Kegamangan Akar Rumput KBMÂ
Sementara itu, secara hipotetik situasi sebaliknya berlangsung di tubuh partai-partai Koalisi Banten Maju (KBM) pengusung Andra-Dimyati. Terutama tentu saja di partai-partai utamanya, yakni Gerindra, PKS, Demokrat, NasDem, PKB, PAN, dan PPP.
Di level elit mungkin tidak ada masalah. Semua sudah sepakat dan "ikhlas" (?) memajukan Andra-Dimyati, meski dalam rangkaian kampanye terbuka para elit partai KBM tidak selalu hadir dan membersamai "pengantinnya". Tetapi di akar rumput, kecuali basis massa Gerindra dan PKS, para pemilih dari partai-partai KBM nampaknya tidak cukup solid. Berikut ini beberapa argumentasinya.