Di penghujung Oktober lalu, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor gula periode 2015-2016. Sementara sepekan sebelumnya, 21 Oktober 2024, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dilantik sebagai Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat dalam Kabinet Prabowo.
Kedua fakta terkait dua tokoh yang pernah berada dalam satu barisan yang sama di perhaletan Pilpres 2024 silam ini paradoks. Tom Lembong jadi tersangka, Cak Imin jadi Menteri. Tom Lembong adalah salah satu tokoh penting di jajaran Timnas Kampanye pasangan Anies-Cak Imin. Keduanya adalah sama-sama pengusung gagasan perubahan yang dengan gegap gempita dipromosikan kepada rakyat kala itu. Meski publik juga tahu persis, Tom Lembong dan Cak Imin berbeda.
Kedua figur itu bukan saja beda nasib masing-masing pasca Pilpres. Tetapi juga beda dalam banyak sisi. Tom Lembong adalah intelektual yang jernih, profesional yang menjunjung tinggi nilai, dan teknokrat yang berintegritas. Ia juga santun dalam bertutur dan bersikap di tengah kontestasi politik elektoral yang panas dan gaduh.
Sementara Cak Imin adalah politisi, yang tipikalnya adalah modelan politisi kita pada umumnya. Piawai bersilat lidah, lihai pula mengelola perilaku politik. Ia pragmatis kelas unggul sebagaimana umumnya para politisi. Bisa dengan mudah mengumbar komitmen, lalu dengan mudah pula menghempaskannya ke tong sampah. Â
Beda lainnya, Tom Lembong bisa dibilang single fighter dalam kiprahnya sebagai profesional dan pengusaha, dan sempat menjadi teknokrat di era pemerintahan Jokowi. Yakni sebagai Menteri Perdagangan (2015-2016) dan Kepala Badan Kordainasi Penanaman Modal Asing (BPKM, 2016-2019). Ia juga pernah menjadi penulis pidato Presiden Jokowi.
Pada perhelatan Pilpres 2024 Tom Lembong bergabung dengan Timnas Anies-Cak Imin sebagai Co-Captain. Banyak pihak menyebut merapatnya Tom Lembong ke kubu perubahan karena terdorong oleh tuntutan moral membuat dirinya mengambil posisi berseberangan dengan kubu yang didukung penguasa. Tetapi di Timnas Anies-Cak Imin, Tom Lembong bukan tokoh relawan pengasong jasa dukungan politik, atau aktifis penjilat dan tukang cuci kotoran penguasa.
Sementara Cak Imin adalah Ketua partai. Aktifis pergerakan sejak muda, pastinya sudah khatam bagaimana cara bermanuver yang efektif, efesien dan produktif. Narasi yang keluar dari pikirannya adalah formula-formula ad hoc yang setiap waktu bisa direvisi, dimodifikasi sesuai kebutuhan. Pun langkah-langkah politiknya.
Satu lagi pembeda tajam dengan Tom Lembong. Cak Imin merupakan salah seorang figur penting dari jama'ah besar di negeri ini. Apakah beda nasibnya dengan Tom Lembong pasca Pilpres karena basis jama'ah yang melimpah ini, saya tidak berani menyimpulkannya. Ngeri, ngeri kena free kick admin Kompasiana.
Slepet Cak Imin  Â
Di Pilpres 2024 sebagai dua tokoh yang berada dalam satu kubu kontestasi, Tom Lembong dan Cak Imin berjuang bersama. Kompak, bahu membahu. Full semangat dan menggelora. Terlebih Cak Imin tentu saja karena posisinya sebagai Cawapres. Mereka mengusung grand issue Perubahan. Â Â
Cak Imin bahkan sempat memproduksi satu istilah yang sempat viral : Slepet, komplet dengan konten videonya yang mempertontonkan bagaimana slepet itu digunakan untuk "menyabet" Anies Baswedan dengan sarung santri.
Dalam bahasa Jawa, Slepet artinya "menyabet, melecut." Cak Imin kemudian memberinya makna "filosofis" yang lentur, bisa digunakan untuk dan dalam konteks perubahan apapun yang diusungnya. Dari sinilah lahir berbagai narasi Cak Imin yang didalamnya istilah Slepet menjadi kata kunci.
Dalam Debat Kedua (sesi Cawapres), Kompas.com misalnya mencatat tidak kurang dari 15 kali Cak Imin menggunakan istilah Slepet dalam berbagai konteks isu perubahan. Slepet bisa bermakna melecut yang loyo, menggerakan yang lambat. Slepet juga bisa berarti menghentikan praktik korupsi dan meluruskan berbagai penyimpangan kekuasaan. Slepet bahkan juga berati menyabet ketimpangan dan ketidakadilan.
Berikut ini beberapa narasi Cak Imin yang menggunakan istilah Slepet yang penting disimak kembali, dan pantasnya jangan pernah "dilupakan" untuk melihat bagaimana posisi Cak Imin setelah menjadi bagian dari kekuasaan.
"Slepet itu disrupsi. Disrupsi itu adalah awal dari perubahan. Bayangkan seratus orang Indonesia kekayaannya diatas seratus juta jumlah penduduk Indonesia. Artinya ini keadaan yang tidak adil. Ini harus kita Slepet."
"Hari ini cabe mahal, terlur mahal, beras mahal, barang-barang mahal, tengkulak jahat, mafia menguasai dan merajalela dimana-mana. Padahal rakyat sudah kerja, kerja, kerja. Ini harus kita Slepet.
"Angka pengangguran... 80 juta memang bekerja, tetapi di sektor informal. Mereka tidak mendapatkan penghasilan yang pasti, dan bahkan dompetnya dipastikan tipis. Ini yang harus kita Slepet."
Dengan Slepet, semua persoalan yang dihadapi bangsa ini seolah akan dengan gampang diselesaikan. Tapi tidak masalah. Kita tetap apresiasi gagasan dan semangat perubahan dan perbaikan dibalik terma ini. Karena makna filosofis dan esensi semangatnya sesungguhnya satu frekuensi dengan muatan pidato Presiden Prabowo dan pernyataan-pernyataanya belakangan ini, termasuk ketika beliau menyampaikannya pada acara Retreat di Akmil Magelang beberapa waktu lalu.
SlepetNomic, Semoga Tak Berakhir Sebagai Lawakan
Dari berbagai pernyataan Presiden Prabowo di beberapa kesempatan itu, kita menangkap janji dan tekadnya yang sungguh mulia untuk bangsa ini. Memerdekakan rakyat dari kemiskinan dan kebodohan, memberantas korupsi, memangkas mentalitas koruptif para pejabat, menyudahi ketimpangan dan menggantikannya dengan keseteraan dan keadilan dan seterusnya.
Kesemuanya itu juga merupakan esensi dari gagasan, visi dan komitmen dibalik Slepet-nya Cak Imin dulu. Sekarang Cak Imin diberikan amanah sebagai Menko Pemberdayaan Masyarakat. Jabatan yang tidak sembarang.
Menko, artinya ia mengkordinir kementerian-kementerian teknis terkait dibawah kordinasinya. Dan Pemberdayaan Masyarakat, artinya ia memiliki kewenangan dan peluang besar untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang bebas dari kebodohan dan ketertinggalan, yang berdaya dalam lanskap kesetaraan dan keadilan.
Apalagi Cak Imin juga sempat mempromosikan satu lagi turunan dari istilah Slepet-nya. Yakni SlepetNomic. Gagasan ekonomi yang menurut pengakuannya telah diuji oleh para pakar dan berbasis pada pengalaman batin dan pengalaman rasa. Tom Lembong boleh jadi bagian dari pakar yang dimaksud Cak Imin.
Bahkan "pengalaman batin dan rasa" yang dimaksud mungkin juga pengalaman batin dan rasa Tom Lembong karena beliau pernah menjadi bagian dari kabinet pemerintahan Jokowi yang pasti tahu banyak kondisi yang sesungguhnya terjadi saat ia menjabat. Ada ketidakadilan dan kecurangan.
Istilah Slepet ungkap Cak Imin berangkat dari konsep sarung. Bahwa sarung itu lembut, tetapi di tangan orang yang baik bisa menjadi "slepet" atas ketidakadilan dan kecurangan. Ini konteks yang melarbelakangi lahirnya gagasan SlepetNomic dalam pernyataan Cak Imin. Dalam sesi Debat Cawapres itu, ia bahkan dengan garang dan lugas menyatakan.
"Yang tidak ada dalam kebijakan ekonomi kita saat ini adalah keberanian untuk mewujudkan aturan main yang adil dan keberanian untuk berpihak kepada rakyat. Itulah kenapa kami menggagas SlepetNomic sebagai solusi ekonomi kita." Keren bukan ?
Sekarang Cak Imin berada di lingkaran kekuasaan. Amanah yang diberikan Presiden Prabowo semoga saja bukan semacam "test case" politik terhadap bekas lawan tanding. Semoga amanah ini memang sungguh-sungguh diberikan kepadanya karena Presiden menangkap niat mulia, komitmen dan kesungguhannya untuk memperbaiki keadaan bangsa dan negara ini yang juga ada di benak dan hati Presiden.
Dengan amanah kekuasaan itu (plus frekwuensi yang sama dengan Presiden dalam hal memperbaiki kedaan negara dan bangs aini), sekarang Cak Imin punya kesempatan besar untuk mewujudkan visi, janji, dan komitmennya melalui filosofi Slepet. Dan publik pasti akan menunggu (termasuk mungkin juga Tom Lembong, sahabatnya) apakah Slepet itu bisa Cak Imin wujudkan sesuai makna filosofinya, atau berakhir sebagai lawakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H