Performa mereka yang nampak dalam seragam Komcad (Komponen Cadangan) yang terkesan "tentara banget" serta kegiatan-kegiatan olah fisik sebagaimana biasa dilakukan tentara. Semisal upacara, baris berbaris, olah kanuragan, dan materi-materi pelatihan kedisiplinan lainnya, inilah yang oleh Presiden Prabowo disebut sebagai "Military Way." Cara tentara yang penuh disiplin, kerja keras, patuh dan setia, serta berdedikasi pada negara melalui tugas-tugas dan kewajiban mereka.
Dengan demikian, "Military Way" dalam konteks ini digunakan sebagai metode dan teknik dalam kegiatan pembekalan semata. Tidak disiapkan sebagai jalan untuk membangkitkan kembali model kepemimpinan otoritarian yang biasanya melekat dalam rezim-rezim militer atau semi-militer, yang membatasi kebebasan sipil dan memberangus nilai-nilai dasar demokrasi.
Pernyataan Presiden Prabowo sebagaiman dikutip di awal tulisan ini penting untuk dimaknai secara bijak namun sekaligus disimpan sebagai janji kepemimpinannya, yang jika melenceng di tengah perjalanan pemerintahannya nanti publik tentu saja berhak untuk mengingatkan dan meluruskannya bersama-sama.
Dalam situasi kebangsaan dan kenegaraan Indonesia saat ini dan kedepan, metode dan teknik yang menekankan kedisiplinan, soliditas dan kerjasama tim, serta loyalitas dan dedikasi tinggi memang jelas relevan. Mengingat tantangan serta pekerjaan rumah yang dihadapi pemerintahan Prabowo sangat berat dan kompleks.
Dan kesemuanya itu jelas membutuhkan kepemimpinan yang bukan saja kuat, cakap dan kompeten di semua lini kehidupan. namun juga solid dan berdedikasi tinggi pada bangsa dan negara.
Tetapi jangan pula dilupakan prinsip dasar bernegara dalam tradisi demokrasi. Beratnya tantangan serta kompleksnya pekerjaan rumah yang diwariskan pemerintahan Jokowi, bahkan juga cita-cita mulia menghadirkan kesejahteraan rakyat dan memajukan Indonesia, tidak boleh dijadikan alasan untuk mengubah haluan politik kenegaraan ke arah yang mendekati kembali model otoritarianisme yang represif dan menggerus kebebasan sipil.
Retreat, Muhasabah dan IntegritasÂ
Minggu pagi kemarin, para Menteri dan semua pembantu Presiden sudah kembali dari Magelang, dan mestinya hari ini mereka sudah "on fire." Mengabdi dan bekerja untuk Indonesia. Meskipun kita tahu, beberapa Menteri dan Wamen masih "kelimpungan" karena fasilitas kerja seperti kantor, ruang kerja dan staf belum tersedia secara memadai oleh sebab terjadinya perubahan nomenklatur dan lahirnya pos-pos kementerian baru.
Satu hal yang juga menarik didiskusikan dari kegiatan di Akmil Magelang itu adalah berkenaan dengan pilihan kata yang digunakan secara resmi (setidaknya dalam backdrop kegiatan) : Retreat. Istilah ini berasal dari bahasa Prancis "Laretrare". Artinya pengunduran diri, menyendiri, menyepi, menjauhkan diri dari kesibukan sehari-hari, meninggalkan dunia ramai.
Retreat atau Retret adalah tradisi spiritual yang biasa dilakukan oleh antara lain pemeluk agama Katolik dan Protestan. Bentuk praktiknya adalah menjauhkan diri sendiri dari lingkungan kesehariannya untuk sementara waktu. Kegiatan ini dilakukan untuk alasan yang berhubungan dengan kebutuhan spiritual, membebaskan diri dari hiruk pikuk duniawi, kontemplasi melalui doa dan mendekatkan diri dengan Tuhan.
Dalam ajaran Islam, meski mungkin tidak sepenuhnya sama persis, kegiatan serupa ini dikenal dengan istilah "Uzlah." Esensinya kurang lebih sama, yakni mengasingkan diri dari urusan-urusan duniawi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Tetapi istilah lain yang lebih pas adalah "Muhasabah." Artinya "Menghisab, Menghitung" segala amal perbuatan yang telah dilakukan, lalu mengoreksinya ketika disadari dan ditemukan kesalahan untuk kemudian diperbaiki.