"Saya tidak bermaksud membuat Anda militeristik, salah, bukan itu. The military way ditiru oleh banyak pemerintah terutama perusahaan-perusahaan,"Â (Presiden Prabowo Subianto, 25 Oktober 2024).
Pernyataan itu dikemukakan oleh Presiden Prabowo, merespon tanggapan dan kekhawatiran berbagai kalangan terkait agenda Retreat Kabinet Merah Putih yang diikuti oleh seluruh pembantunya (Wapres, para Menko, Menteri dan Wamen, Kepala Badan/Lembaga, Penasihat, hingga Utusan Khusus dan Staf Khusus) di Akademi Militer (Akmil) Magelang, 24-27 Oktober lalu.
Militeristik, Military Way dan Supremasi Sipil
Secara semantik orang bisa berdebat terkait kedua istilah ini: Militeristik dan Military Way. Mereka yang di benaknya menyimpan kekhawatiran akan menganggap kedua istilah ini memiliki esensi yang sama. Yakni sama-sama berkarakter militer. Dilatih dan dibekali dengan cara-cara militer dan hasil pembekalannya kelak diimplementasikan dalam tugas-tugas kepemimpinan dan manajerial dengan gaya militer.
Potensial menjadi masalah kemudian adalah bahwa anggota Kabinet plus yang dilatih dan diberikan pembekalan itu adalah para operator kekuasaan didalam negara demokrasi yang sejatinya merupakan kepemimpinan sipil dan tentu saja harus berkarakter sipil.
Karakter militeristik atau cara-cara militer ini dikhawatirkan akan menjadi pembuka jalan untuk menggeser tradisi supremasi sipil dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang selama telah dibangun dengan susah payah di sepanjang era reformasi.
Sebaliknya, bagi mereka yang berpikiran positif kegiatan Retreat Kabinet Merah Putih (sebagaimana tertulis di backdrop kegiatan) di Akmil Magelang ini istilah Militeristik dan Military Way dengan mudah bisa dibedakan. Setidaknya dengan cara memaknainya secara kontekstual. Konteks yang dimaksud tidak lain adalah agenda kegiatan retreat ini sendiri.
Dari berbagai sumber informasi termasuk testimoni sejumlah Menteri atau Wamen, kegiatan retreat di Akmil Magelang ini sesungguhnya merupakan kegiatan pembekalan, atau bisa juga disebut orientasi tugas yang lazim dilakukan di berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta (terutama sektor bisnis) bagi para pejabat atau pegawai baru sebelum mereka melaksanakan tugas-tugasnya.
Sekadar pengalaman pembanding, di lingkungan KPU misalnya. Seluruh anggota KPU daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang baru terpilih diwajibkan mengikuti kegiatan Orientasi Tugas (Ortug) setelah mereka dilantik dan diambil sumpahnya. Dalam kegiatan ini mereka dibekali berbagai materi regulasi dan praktis kepemiluan, diperkenalkan dengan berbagai potensi hambatan dan tantangan yang akan dihadapi, serta teknik penyelesaian masalah.
Selain pembekalan berupa materi-materi keilmuan, wawasan dan kecakapan tadi, didalam kegiatan orientasi tugas itu para peserta juga dibekali pendidikan dan pengembangan karakter sebagai penyelenggara Pemilu. Mulai dari tanggungjawab, disiplin, kerja keras, serta berbagai nilai positif yang mendasari integritas mereka sebagai penyelenggara Pemilu.
Dan yang tidak kalah penting adalah kegiatan orientasi tugas ini pada hakikatnya juga merupakan ajang untuk mengonsolidasikan dan membangun kerjasama di antara para anggota KPU daerah sebagai sebuah teamwork karena kepemimpinan mereka di KPU-KPU daerah bersifat kolektif kolegial.
Seragam Komcad dan Kepemimpinan Otoritarian
Dengan ilustrasi pembanding itu hemat saya cukup jelas, kegiatan retreat di Magelang sejatinya adalah orientasi tugas yang diisi dengan pembekalan berbagai aspek yang bakal dibutuhkan oleh para Menteri dan semua pembantu Presiden dalam melaksanakan tugas-tugasnya kelak.