Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Membincang Kembali Pentingnya Kehadiran Oposisi di Parlemen

3 Oktober 2024   08:36 Diperbarui: 3 Oktober 2024   16:38 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selasa 1 Oktober kemarin anggota DPR RI periode 2024-2029 diambil sumpahnya dan dilantik secara resmi. Peresmian ini berlangsung di tengah kekhawatiran banyak pihak perihal kemungkinan tidak akan ada satupun partai politik di parlemen yang siap menjadi oposisi dalam konteks relasi kuasa legislatif-eksekutif pasca pelantikan Prabowo-Gibran 20 Oktober mendatang.

Kekhawatiran itu muncul setelah semua partai politik parlemen minus PDIP telah menyatakan diri akan bergabung dengan pemerintahan baru nanti. Bahkan termasuk PKS yang semula secara konsisten menjadi oposisi di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. 

Kekhawatiran semakin menjadi setelah tersiar kabar akan ada pertemuan Megawati dengan Prabowo sebelum pelantikan. Suatu agenda yang diduga menjadi isyarat bahwa PDIP pun akhirnya bakal bergabung.

Jika benar semua partai pada akhirnya bergabung dalam pemerintahan Prabowo-Gibran nanti, maka praktis kepolitikan Indonesia dalam lima tahun ke depan akan berjalan tanpa oposisi di parlemen. Suatu situasi yang sesungguhnya tak sehat dalam tradisi negara-negara demokrasi.

Keniscayaan dan Pengalaman

Ada dua alasan mengapa publik pantas mengkhawatirkan absennya kelompok oposisi di parlemen pasca pelantikan pemerintahan baru nanti beroperasi. 

Pertama, dalam tradisi demokrasi keberadaan oposisi adalah suatu keniscayaan. Conditio sine qua non. Demokrasi mustahil bisa berkembang dengan baik sebagaimana diyakini banyak orang sebagai cara politik terbaik untuk mengelola kekuasaan dan menata kehidupan masyarakat dan negara tanpa kehadiran oposisi.

Sesuai kultur, istilah atau termnya mungkin dan boleh saja berbeda. "Penyeimbang" misalnya. Tetapi substansinya sama, bahwa oposisi adalah eksponen yang mewakili sebagian masyarakat terutama di dalam parlemen yang berfungsi sebagai pengontrol atau penyeimbang bagi kelompok yang diberikan amanah menjalankan kekuasaan pemerintahan negara.

Dalam pengertian yang lebih luas, oposisi juga bisa dilakukan oleh elemen-elemen civil society di luar parlemen. Dalam perspektif David Easton atau Gabriel Almond, elemen-elemen ini merupakan energi yang menghidupkan sistem politik. Proses-proses dialektik dan politik diskursif yang efektif (dan tentu saja berkeadaban) antara pemegang amanah kekuasaan dan pengontrol kekuasaan akan menghasilkan pilihan-pilihan kebijakan yang memihak pada kepentingan bersama.

Kedua, Indonesia memiliki pengalaman buruk dengan ketidakhadiran kelompok oposisi, atau "hadir tapi tidak berdaya, terlalu lemah" dalam kehidupan politiknya selama ini. Di era orde baru oposisi dimatikan sejak kebijakan fusi partai politik tahun 1973, akibatnya Soeharto berkuasa nyaris tanpa kontrol sepanjang kurang lebih tiga dekade.

Dalam satu dekade terakhir, oposisi memang hadir di parlemen tetapi kekuatannya terlalu kecil dan sangat rapuh. Karena pasca Pemilu 2014 dan 2019 silam hampir semua partai politik akhirnya bergabung dalam koalisi pemerintahan, dan hanya menyisakan satu dua partai yang tidak memiliki suara dengan kekuatan yang signifikan di parlemen. Dampaknya banyak kebijakan pemerintah yang lahir tanpa melalui proses politik diskursif sekaligus kontrol yang memadai.

Perlunya Mekanisme Check and Balances 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun