Beberapa pekan lalu Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan penyelenggaraan kampanye Pilkada di kampus. Pelegalan ini tertuang dalam putusan perkara gugatan judicial review Nomor 69/PUU-XXII/2024 yang dibacakan 20 Agustus 2024.
Dalam permohonannya, para pemohon (dua orang mahasiswa Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria) meminta MK untuk menyatakan Pasal 69 huruf I UU Nomor 10 Tahun 2016 Pilkada terkait frasa "tempat pendidikan" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "mengecualikan perguruan tinggi atau penyebutan serupa sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu."
Secara substantif gugatan ini sama dengan perkara Nomor 65/PUU-XII/2023 terkait kampanye Pemilu 2024 yang juga dikabulkan MK pada Agustus 2023 lalu. Intinya para pemohon meminta agar MK membolehkan penyelenggaraan kampanye di lingkungan perguruan tinggi.
Sebagaimana diungkapkan oleh Guntur Hamzah, hakim Konstitusi, bahwa substansi yang dimohonkan para Pemohon pada pokoknya sama dengan substansi perkara Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Oleh karena itu tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk memberlakukan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 secara mutatis mutandis terhadap permohonan a quo.
Selain itu, pemberlakuan secara mutatis mutandis tidak dapat dilepaskan dari keberlakuan prinsip erga omnes. Maksudnya, pelegalan kampanye di kampus berlaku baik untuk Pemilu maupun Pilkada.
Pentingnya Kampanye Pilkada di KampusÂ
Diskursus perihal kampanye Pemilu atau Pilkada di lembaga pendidikan khususnya kampus sebetulnya sudah lama berkembang. Setidaknya isu ini selalu muncul setiap menjelang perhelatan Pemilu dan Pilkada.
Salah satu soal diskursus adalah adanya kekhawatiran jika ini dilakukan akan lebih banyak menimbulkan masalah dan kemudhoratan. Misalnya terjadinya penularan wabah polarisasi di lingkungan lembaga pendidikan, gontok-gontokan akibat orientasi dan afiliasi pilihan politik yang berbeda yang kemudian berdampak pada terganggunya kondusifitas proses pembelajaran dan kehidupan di lingkungan kampus.
Kekhawatiran tersebut tentu bisa difahami, karena bagaimanapun kampanye adalah bentuk kegiatan politik praktis. Para peserta Pilkada akan hadir sebagai kompetitor yang berusaha merebut simpati dan dukungan politik elektoral. Namun demikian, dengan berbagai argumen, kampanye di lingkungan kampus tetap layak dipertimbangkan, bahkan disambut positif.
Pertama, kampus merupakan entitas orang-orang dewasa yang sudah terbiasa mengedepankan nalar intelektual dalam merespon dan menyikapi setiap fenomena di sekitarnya.