Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menunggu Anies di Menit-Menit Akhir

29 Agustus 2024   23:17 Diperbarui: 29 Agustus 2024   23:24 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.oposisicerdas.com

Kabar santer berembus dari Jawa Barat. Anies yang terganjal di Jakarta, kabarnya bakal diusung PDIP untuk Pilgub Jabar, dan akan didaftar pada ujung waktu masa pendafataran malam ini. Tandemnya adalah Ono Surono, Ketua DPD PDIP Provinsi Jawa Barat.

Jika kabar ini terkonfirmasi nanti dalam beberapa puluh menit kedepan, dua institusi patut diapresiasi. Yakni Mahkamah Konstitusi dan PDIP.

Memaksa Pilkada Kembali ke Khittahnya

Apresiasi, sebagaimana sudah menggema sejak 20 Agustus lalu, memang pantas diberikan kepada MK. Karena putusannya Nomor 60 dan 70 benar-benar telah berdampak positif bagi kepentingan menjaga marwah demokrasi elektoral di tingkat lokal sebagaimana khittahnya ketika awal mula Pilkada digelar secara langsung tahun 2005 silam.

Mengubah Pilkada dari model elite vote (dipilih oleh DPRD) menjadi popular vote (langsung oleh rakyat) adalah tuntutan yang tidak bisa dihihdari dalam kerangka mengonsolidasikan demokrasi substantif di aras lokal. Model pemilihan popular vote ini menjadi mekanisme kongkrit dalam mewujudkan hakikat demokrasi sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat.

Melalui Pilkada langsung rakyat sebagai pemilik suara dan kedaulatan mengartikulasikan pilihan politiknya dengan tidak mewakilkannya lagi kepada anggota DPRD. Suatu mekanisme jadul yang kerap mendistorsi dan mereduksi suara-suara rakyat.

Lebih dari itu putusan MK 60 dan 70 juga telah mencegah, setidaknya meminimalisasi akal-akalan para elit terutama yang secara politik saat ini sedang "berada diatas angin", yang terus saja mencoba memainkan berbagai manuver yang terkesan lebih memaksakan ambisi untuk menghegemoni kekuasaan di berbagai daerah ketimbang mendengar, menyerap dan berusaha mengejewantahkan suara-suara jernih publik.

Selain itu putusan MK Nomor 60 dan 70 juga telah memproteksi perhelatan Pilkada yang sejatinya memiliki wibawa secara moral dan politik sebagai sarana merotasi kepemimpinan lokal dari para petualang yang mendompleng ambisi kekuasaan melalui cara-cara otokratik legalisme yang potensial dapat merontokan marwah dan substansi Pilkada sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sekaligus ajang untuk memilih pemimpin daerah.

Nalar Elektoral PDIP

Apresiasi juga pantas diberikan kepada PDIP jika kabar ini terkonfirmasi benar dalam beberapa waktu kedepan nanti setidak karena tiga argumen berikut ini.

Pertama, PDIP membuktikan bahwa mereka adalah partai yang telah berusaha mendengar, menyerap dan mengejawantahkan aspirasi rakyat sebagaimana yang kerap diklain para elitnya sendiri sebagai partai politik yang aspiratif. Bahwa kemudian Anies menolak tawaran maju di Jabar ini nanti tentu soal lain. Secara moral dan politik PDIP sudah "menunaikan" kewajibannya sebagai institusi yang memiliki hak konstitusional menyiapkan para pemimpin politik.

Kedua, argumentasi yang selama ini dibangun terkait pilihan PDIP terhadap Pramono untuk Pilgub Jakarta, dan bukan Anies, kini bisa difahami sebagai argumentasi yang rasional. Mengusung Pramono adalah jalan tengah kandidasi yang dipilih diantara dua opsi figur yang potensial bisa saling menegasikan dan merugikan partai secara elektoral. Kedua figur itu tidak lain adalah Anies dan Ahok yang secara elektoral elektabilitasnya jauh berada diatas Pramono.

Memilih Anies dinilai bakal membuat para pendukung Ahok yang belum bisa move on dari residu pertengkaran di Pilgub 2017 menjadi marah, dan tentu saja jadi bumerang. Alih-alih ikut mengampanyekan Anies dan berusaha memenangkan kontestasi sesuai pilihan partai, loyalis dan konstituen fanatik Ahok justru bisa menggembosi pilihan partai dan memicu arus balik perlawanan terhadap putusan partai.

Sebaliknya, memilih Ahok dikhawatirkan akan memicu kembali politisasi identitas dari lawan politik seperti yang pernah terjadi massif di Pilkada 2017 silam, dan mengakibatkan paslon mereka menjadi bulan-bulanan serbuan stigmatika buruk dari kubu lawan. Selain itu, memajukan Ahok dengan sendirinya menutup ceruk besar suara yang ada di basis massa pendukung dan simpatisan Anies.

Ketiga, dengan memajukan Anies di Pilgub Jabar, jika ini benar terbukti nanti di injury time masa pendaftaran sebelum pukul 23.59, PDIP masih bisa diandalkan publik sebagai alternatif kekuatan politik untuk menciptakan keseimbangan kekuasaan dalam lanskap kepolitikan nasional. Dalam konteks ini, PDIP memahami dan secara obyektif mengakui bahwa Anies adalah fenomena di pentas elektoral sekaligus bisa menjadi tambahan penguatan simbol perlawanan yang dimiliki oleh satu-satunya Ketua Umum partai sejauh ini yakni Megawati, terhadap hegemoni politik kubu Koalisi Indonesia Maju.

Kerjasama yang solid dan diikat dalam satu kepentingan strategis antara Anies dan PDIP-Megawati akan menjadi kekuatan besar dan penting dalam menjaga lanskap dinamis kepolitikan nasional tetap tegak lurus dan on the track pada sumbu demokrasi, moralitas politik dan konstitusi.  

Menit-menit Menentukan

Pendaftaran paslon tinggal tersisa kurang lebih satu jam lagi. Beberapa media sudah merilis bahwa Anies tidak jadi maju di Pilgub Jabar. Salah satu alasannya sebagaimana dikemukakan Jubir Anies, Sahrin Hamid, karena tidak ada permintaan khusus dari warga Jabar. Dan ini berbeda dengan Jakarta, dimana banyak warga Jakarta yang memang meminta Anies maju kembali. Alasan ini menyiratkan bahwa Anies menolak dicalonkan di Jabar oleh PDIP.

Tapi beberapa media lain dan pesan-pesan yang tersebar di platform percakapan medsos mengungkapkan bahwa kabar batal maju ini  juga sama saja. Belum benar-benar terkonformasi secara akurat dan pasti. Apalagi waktu masih tersedia meski semakin sempit.

Oleh karena itu, yang sangat mungkin sedang berlangsung saat ini adalah komunikasi intens untuk mencari titik temu antara Anies dengan PDIP, dan mungkin juga PKB yang hingga saat ini juga belum mengajukan paslon sendiri atau merapat ke kubu Dedi-Erwan maupun Saikhu-Ilham.

Jadi bagaimana? Kita tunggu dalam beberapa menit kedepan. Apakah Anies akhirnya berlayar bersama PDIP (dan PKB) atau duduk manis di bangku tribun sebagai penonton?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun