Hari ini terang benderang. Teka-teki siapa figur yang bakal dimajukan PDIP di Jakarta clear sudah. PDIP jadinya mengusung kader sendiri untuk maju di Pilgub Jakarta, yakni Pramono Anung sebagai cagub dan Rano Karno sebagai cawagub, dan siang ini sudah didaftarkan ke KPU DKI Jakarta.
Banyak pihak yang menilai PDIP seperti mengalami anti-klimaks dalam proses kandidasi. Bahwa tidak ada titik temu antara Megawati dan Anies karena satu dan lain alasan, entah ideologis atau teknis tentu saja bisa difahami. Adalah hak PDIP atau lebih tepatnya hak prerogatif Megawati selaku Ketua Umum untuk mengambil putusan akhir perihal siapa yang dinilai pantas dimajukan.
Tetapi agak mengherankan kenapa pilihannya Pramono Anung? Mengapa bukan Ahok yang secara elektoral jelas berada jauh d iatas Pramono? Apakah PDIP memang tidak memiliki target menang di Jakarta? Jadi sekadar ikut kontestasi. Rasa-rasanya tidak mungkin, buang-buang energi, dan kerja keras publik menolak rencana revisi UU Pilkada oleh DPR jadi tidak terlalu berguna di Jakarta.
Kelebihan komparasi Ahok dibanding Pramono. Pertama, angka survei yang selalu menempatkan Ahok di posisi atas dan hanya berada di bawah Anies, diatas Ridwan Kamil. Kedua, di Jakarta Ahok memiliki pendukung fanatik serupa Anies. Ketiga Ahok pastinya jauh lebih memahami Jakarta dibandingkan Pramono atau bahkan Rano sekalipun meski ia Betawi asli.
Sebaliknya, Pramono bukanlah figur yang populer untuk kontestasi Pilgub, khususnya Jakarta. Di kabinet pun ia bukan sosok yang moncer, biasa-biasa saja karena pos jabatannya memang tidak memungkinkan dirinya menjadi populer. Di survei namanya tidak pernah muncul, jikapun ada di lembaga survei tertentu, posisinya berada jauh di bawah. Mengapa Pramono, bukan Ahok, jika Anies memang mentok ?
Tanpa bermaksud merendahkan potensi elektabilitas Pramono-Rano dan mendahului takdir, menghadapi Ridwan Kamil-Suswono yang didukung koalisi gigantis nampaknya kemenangan tidak akan berpihak pada mereka. Dan ini artinya PDIP potensial kehilangan kesempatan untuk menegaskan diri sebagai partai yang konsisten menjaga konstitusi, merawat demokrasi, dan menciptakan masa depan keseimbangan politik. Setidaknya, peluang dan kesempatan jadi surut dan mengkerut.
Artikel terkait Pilkada Jakarta:
Anies-PDIP, Politik Simbiosis Mutualisme yang Saling Menguatkan
Putusan MK Terbaru Membuka Kembali Peluang PDIP dan Anies
KIM Plus, Pilkada Jakarta, dan Pengerdilan Demokrasi