Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Anies-PDIP, Politik Simbiosis Mutualisme yang Saling Menguatkan

25 Agustus 2024   19:36 Diperbarui: 26 Agustus 2024   10:22 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika demikian halnya, maka soal keharusan Anies menjadi kader PDIP serta tegak lurus dengan ideologi dan platform PDIP sebagai partai nasionalis mestinya bukan sesuatu yang berat bagi Anies. Terlebih lagi jika disertakan pula kedalam kerangka pikir ini proyeksi politik elektoral kedepan.

Dalam hal ini jika Anies sungguh-sungguh siap mewakafkan dirinya untuk Indonesia, keharusan menjadi kader organik PDIP mestinya bukan perkara yang sulit.

Politik Simbiosis Mutualisme

Terkait hal itu, dalam tulisan saya sebelumnya "Anies Gabung PDIP, Why Not?" telah dibahas pentingnya Anies berpikir cepat dan memutuskan untuk bergabung dengan partai politik.

Dan hemat saya, berdasarkan sedikitnya empat argumentasi berikut, saat ini PDIP adalah rumah politik yang paling tepat bagi Anies Baswedan.

Pertama, saat ini PDIP dan Anies memiliki kesamaan-kesamaan yang mestinya bisa mempertemukan keduanya dalam satu garis kepentingan. Mereka sama-sama merupakan antitesa atas (haluan dan kebijakan-kebijakan politik) pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dan pemerintahan penerusnya, Prabowo-Gibran.

Masuknya Anies ke PDIP, atau dalam premis yang setara, bergabungnya Anies dan PDIP akan menjadi kekuatan politik yang "bertenaga" untuk menciptakan keseimbangan dalam lanskap kepolitikan nasional kedepan. Setidaknya, meski secara kuantitas PDIP kalah jumlah kursi di parlemen, dukungan massa pendukung Anies di ruang publik bisa sangat berguna ketika PDIP menjalankan fungsi-fungsi oposisionalnya terhadap pemerintahan mendatang.

Kedua, PDIP dan Anies juga sama-sama sedang menghadapi kekuatan hegemonik yang sebelum keluar Putusan MK 60 nampak jelas sekali sangat berkepentingan untuk "mengisolasi" keduanya dari perhelatan Pilgub Jakarta.

PDIP ditarget untuk dibiarkan sendirian, Anies ditarget agar tidak mendapatkan partai pengusung. Jika target ini berhasil, maka PDIP dan Anies beserta basis massa dan para loyalisnya di akar rumput bakal menjadi penonton di pesta demokrasi Jakarta. Dan kemarin-kemarin hal ini nyaris benar-benar terwujud.

Ketiga, dengan memilih menjadi kader PDIP, dengan sendirinya jalan Anies menuju kandidat Jakarta Satu bakal mulus karena ia sudah menjadi kader internal. Ini tentu dengan asumsi ada kesepakatan terlebih dahulu antara Anies dengan PDIP sebagai bakal partai induknya, khususnya tentu saja dengan Megawati sebagai pemegang mandat tunggal pencalonan Pilkada.

Kesepakatan yang dimaksud, selain secara khusus berkenaan hal-ihwal seputar kepentingan Pilkada Jakarta, pastinya juga menyangkut soal syarat-syarat yang harus dilakukan Anies, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang sebagai kader partai.

Bagi PDIP sendiri, "memerahkan" Anies (meminjam istilah Hasto Kristyanto) dan mengusungnya sebagai Cagub Jakarta pastinya bakal memberikan insentif elektoral jangka pendek sekaligus insentif kelembagaan partai dalam jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun