Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Andai Terwujud, Inilah Kekuatan Gigantis Koalisi PDIP-PKB Plus Anies-Ahok di Pilgub Jakarta

19 Agustus 2024   11:45 Diperbarui: 20 Agustus 2024   09:52 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka cara yang paling sahih untuk mengambil kesimpulan akhir diantara dua sinyal paradoks itu adalah dengan menunggu Muktamar PKB seperti disinggung Hasto tadi. Muktamar PKB bakal digelar di Bali, 24-25 Agustus mendatang. Pada forum tertinggi pengambilan keputusan partai itu PKB dipastikan akan memutuskan jadi-tidaknya berkoalisi dengan PDIP termasuk jadi-tidaknya mengusung paket Anies-Kader PKB atau Rano-Kader PKB.

PDIP-PKB dan Kekuatan Gigantis

Mencermati dinamika prakandidasi Pilgub Jakarta di tengah kejutan-kejutan kepolitikan nasional belakangan ini, saya sendiri melihat peluang terjadinya koalisi PDIP-PKB relatif kecil. Berikut beberapa argumennya.

Pertama, dalam konteks pemerintahan nasional dibawah Prabowo-Gibran nanti, Cak Imin sendiri sudah berulangkali menunjukan gairahnya untuk masuk dalam barisan pemerintahan, dan tidak pernah sekalipun (sependek pencermatan saya) menyatakan kemungkinan partainya mengambil peran sebagai oposisi di parlemen.

Kedua, kabarnya PKB sudah disiapkan sedikitnya satu pos jabatan kementerian di pemerintahan Prabowo-Gibran. Jika kabar ini sahih adanya tentu tidak mungkin diperoleh PKB dengan cuma-cuma. No free lunch dalam politik praktis. Apalagi PKB bukan bagian dari KIM yang telah mengantarkan kemenangan Prabowo-Gibran.  

Ketiga, Cak Imin sendiri, agak mirip dengan Arilangga dan beberapa elit partai lainnya, sama-sama pernah "tersangkut" sebuah kasus (lama) dugaan korupsi sistem perlindungan tenaga kerja di luar negeri. Bahkan sudah sempat dimintai keterangan oleh KPK September 2023 lalu sebelum Pilpres.

Tetapi jika pada Muktamar Bali nanti PKB akhirnya memutuskan berkoalisi dengan PDIP, hemat saya kerjasama kedua partai ini memiliki potensi besar untuk menjadi lawan tanding yang sepadan dengan barisan KIM Plus. Bahkan tidak mustahil bakal merebut Jakarta November 2023 nanti.

Terlebih lagi jika Cagubnya adalah Anies, lalu Ahok ikut "pasang badan" dan berjuang total sebagai kader otentik PDIP, koalisis Nasionalis-Islam ini saya kira bisa menjadi kekuatan gigantis yang dapat menenggelamkan "kapal induk" bernama KIM Plus di Jakarta.

Mengapa bisa demikian dahsyat? Karena diluar kalkulasi statistikal perolehan kursi DPRD DKI hasil Pemilu 2024 lalu, hingga saat ini aktor politik yang memilki basis massa paling loyal dan solid di Jakarta adalah Anies dan Ahok. Fenomena ini telah beberapa kali diungkapkan melalui hasil sigi sejumlah lembaga survei. Anies-Ahok nyaris selalu menempati posisi satu-dua, terpaut jauh angkanya di atas Kang Emil, Kaesang, Sanidiaga dan nama-nama populer lainnya.

Secara statistikal, akumulasi gabungan suara atau kursi DPRD DKI yang dimiliki KIM Plus (75) memang jauh lebih besar dibanding PDIP-PKB (25). Tetapi Pilgub memilih figur, bukan partai. Dan berdasarkan pengalaman panjang sejarah Pilkada langsung di berbagai daerah terbukti banyak paslon yang diusung koalisi besar dikalahkan oleh koalisi satu-dua partai yang akumulasi suara Pilegnya lebih sedikit. Ringkasnya, suara partai tidak selalu berbanding lurus dengan raihan suara paslon Kepala Daerah-Wakil Kepala Daerah.

Last but not least adalah suara-suara publik bebas-afiliasi politik kepartaian yang menghendaki perubahan dan yang menolak lupa terhadap kasus pelanggaran etik di Pilpres silam serta perilaku banalitas elit politik lainnya, nampaknya bakal stand with PDIP-PKB dan Anies-Ahok.

Suara-suara itu berasal bukan saja dari warga Jakarta yang memiliki hak pilih. Tetapi juga bisa dari luar yang melihat Jakarta sebagai barometer politik dan entry point darimana demokrasi bisa dijaga dan perubahan bisa digulirkan. Suara-suara itu bisa menggema melalui berbagai kanal media sosial sebagai bentuk dukungan moral.

Artikel-artikel yang membahas isu Pilkada Jakarta 2024:

https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/66c16ad534777c62c111d9c2/calon-independen-dalam-sejarah-pilkada

https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/66bdd556c925c41e475f4942/anies-gabung-pdip-why-not

https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/66bcb2fded641550b35f5452/tiga-opsi-kandidasi-yang-sama-pentingnya-dipertimbangkan-pdip

https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/66b1fd5034777c68e53b5552/kim-plus-pilkada-jakarta-dan-pengerdilan-demokrasi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun