Siang tadi (14/8/2024) DPP PDIP mengumumkan 305 calon kepala daerah dan atau wakil kepala daerah, 13 diantaranya untuk tingkat provinsi. Yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, NTB, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku, dan Papua Barat Daya.
Dalam daftar tersebut belum ada satu pun kandidat untuk seluruh provinsi di pulau Jawa. Kabarnya akan diumumkan menyusul pada sesi kedua sebelum masa pendaftaran ke KPU akhir Agustus nanti.
Fakta belum satu pun kandidat untuk provinsi di Jawa yang diumumkan menunjukan betapa tidak mudahnya PDIP mengambil keputusan terkait proses kandidasi ini.Â
Sebagaimana sudah beberapa kali saya singgung dalam tulisan-tulisan terdahulu, PDIP memang menghadapi kendala yang tidak mudah di Jawa. Bahkan termasuk di Jawa Tengah di mana PDIP sesungguhnya bisa maju sendiri mengusung Cagub-Cawagubnya karena raihan kursi hasil Pemilu 2024 di DPRD lebih dari cukup untuk mengajukan pasangan calon.
Tiga Faktor Krusial
Sekurang-kurangnya ada 3 faktor penyebab tidak mudahnya PDIP memutuskan pasangan Cagub-Cawagub di Jawa.Â
Pertama terkait jumlah kursi di DPRD provinsi masing-masing yang tidak memenuhi syarat minimal untuk dapat mengusung sendiri pasangan kandidatnya, yang dengan demikian memaksa PDIP harus membangun koalisi dengan partai lain.
Kedua, hegemoni kekuasaan dan manuver ambisius kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM) di semua provinsi di Jawa membuat PDIP mengalami kesulitan untuk membangun koalisi dengan partai lain. Padahal PDIP memiliki kursi lumayan banyak di tiap provinsi di Jawa, dan cukup dengan 1 atau 2 parpol saja kerja sama sebetulnya sudah dapat mengusung pasangan calon.
Ketiga, adanya gejala "ketersanderaan" partai-partai lain oleh kepentingan politik para elitnya. Baik tersandera oleh perilaku politik kartel, dugaan belitan kasus hukum, atau sekadar ambisi pribadi elit partai-partai yang tidak mau terpental dari posisi politiknya di pemerintahan.
Tiga Opsi Politik Kandidasi
Bertolak dari peta kekuatan statistikal perolehan kursi di DPRD Provinsi, dinamika politik elektoral yang cenderung menjepit posisinya, dan menguatnya gejala "ketersanderaan" partai-partai (apapun faktor penyebabnya), hemat saya saat ini PDIP memiliki tiga pilihan kandidasi dan sikap politik elektoral yang perlu dipertimbangkan untuk ditempuh.
Ketiga opsi itu sama pentingnya dipertimbangkan oleh PDIP untuk alasan menegakan prinsip-prinsip demokrasi elektoral, menjaga substansi Pilkada sekaligus mengakomodir aspirasi (sebagian) rakyat dan memperjuangkannya di pentas Pilkada. Ketiga opsi itu adalah maju sendiri mengusung pasangan cagub-cawagub, membentuk poros antitesis, atau (jika gagal) memimpin rakyat melawan calon tunggal atau calon boneka.