Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

PDIP, Golkar, Airin, dan Menjaga Kewarasan Berdemokrasi di Banten

7 Agustus 2024   09:50 Diperbarui: 8 Agustus 2024   10:13 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya pada ayat (2) Pasal 54C ini diatur, bahwa Pilkada dengan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar. Ringkasnya, secara normatif Pilkada dengan calon tunggal memenuhi syarat procedural demokrasi.

Demokrasi Substantif 

Namun demikian, dari sudut pandang demokrasi substantif Pilkada dengan pasangan calon tunggal, terutama karena disebabkan oleh insekuritas partai-partai dalam mengartikulasikan aspirasi rakyat di daerahnya menghadapi hegemoni dan tekanan partai-partai berkuasa sama sekali tidak sehat dalam tradisi demokrasi karena beberapa argumen berikut.

Pertama, dalam Pilkada dengan hanya satu pasangan calon masyarakat tidak diberikan pilihan kecuali duet figur hasil kesepakatan para elit partai politik.

Kedua, Pilkada dengan calon tunggal tidak memungkinkan munculnya kontestasi gagasan yang berlangsung secara diskursif, kompetitif dan bisa diuji oleh publik. Kompetisi gagasan jadi berlangsung monolitik, tidak ada pembanding visi misi dan program yang ditawarkan kepada masyarakat.

Ketiga, Pilkada dengan calon tunggal dalam perhelatan bernama Pilkada cenderung menjadi pseudo-elektoral. Pemilihan yang semu. Karena paket pasangan calon yang ditawarkan kepada masyarakat hanya satu. Contradictio in terminis. Memilih itu artinya mengambil satu diantara minimal dua pasangan calon yang tersedia.

Keempat, Pilkada dengan calon tunggal mengisyaratkan bahwa partai-partai politik gagal menjalankan fungsinya sebagai sarana rekruitmen politik kepemimpinan sekaligus sarana artikulasi kepentingan kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang dapat dipastikan tidak mungkin bersifat homogen.

Ringkasnya, Pilkada dengan calon tunggal sesungguhnya merupakan bentuk ketidakwarasan berdemokrasi, dan karenanya perlu dicegah. Nah, dalam situasi terkini Banten sebagaimana dikemukakan di atas dan untuk kepentingan menjaga kewarasan berdemokrasi maka posisi Golkar, PDIP, dan Airin saat ini penting dan strategis. Saya yakin, mayoritas nalar publik berharap ketiga aktor ini mau bekerja sama untuk menjaga marwah demokrasi di Banten sekaligus menghadirkan perhelatan politik yang pantas disebut Pilkada.

Tantangan, Godaan, dan Political Resources

Tentu saja memang tidak mudah untuk membangun kerja sama politik di Banten saat ini. Masing-masing, baik PDIP, Golkar maupun Airin sebagai bakal kandidat dihadapkan pada tantangan dan godaan, bahkan mungkin juga tekanan sendiri-sendiri.

Tetapi tantangan dan godaan terberat nampaknya ada pada Golkan dan Airin. Tantangan terberat Golkar adalah harus berseberangan dengan para koleganya di Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang kini sudah mereplikasi diri menjadi Koalisi Banten Maju (KBM). Dan pilihan sikap politik akhir Golkar dengan sendirinya akan memengaruhi posisi dan sikap politik Airin.

Sementara itu, Airin sendiri harus menghadapi tantangan sekaligus godaan. Tantangan yang bakal muncul seiring dengan sikap politik elektoral Golkar, dan godaannya berupa kemungkinan mendapatkan tawaran menjabat salah satu pos kementerian di kabinet Prabowo-Gibran sebagai alat tukar politik.

Apakah Golkar dan Airin akhirnya berani melawan arus, keluar dari bayang-bayang dan hegemoni simpul kerjasama politik pusat di kekuasaan nasional lalu membangun kerjasama dengan PDIP, serta menyiapkan satu poros alternatif dan mengajukan bakal pasangan cagub-cawagub sendiri? Ini yang masih diragukan banyak pihak, meski keduanya memiliki political resources atau modal politik yang kuat untuk menghadapi koalisi gigantis KBM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun