Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Ekspresi Cinta Untuk Muhammadiyah-NU: "Dipisahkan Qunut, Disatukan Tambang"

29 Juli 2024   12:15 Diperbarui: 29 Juli 2024   12:15 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.cnnindonesia.com

Menyusul langkah koleganya, Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah akhirnya juga menerima tawaran pemerintah untuk mengelola usaha tambang. Keputusan ini diambil dalam rapat Pleno PP Muhammadiyah 13 Juli 2024 di Jakarta, dan secara resmi diumumkan pada rapat konsolidasi nasional, 28 Juli 2024 di Yogyakarta.

Keputusan itu diambil di tengah masih ramainya sorotan publik terhadap tawaran pemerintah kepada organisasi keagamaan untuk mengelola usaha tambang sebagaimana diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintan Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiata Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Publik menilai tawaran ini tidak tepat diberikan kepada organisasi keagamaan karena tidak sesuai dengan fungsi keberadaannya sebagai lembaga non profit yang core businessnya adalah membina, menjaga dan mengasuh umat sesuai kaidah-kaidah ajaran agama. Masuk ke area bisnis tambang apalagi dengan skala besar dikhawatirkan akan menimbulkan ragam persoalan yang justru akan membelit organisasi keagamaan sendiri.

Respon publik sebangun dengan sikap sebagian besar organisasi keagamaan pada awalnya. Yakni menolak, atau setidaknya akan mempertimbangkan terlebih dahulu secara matang, termasuk Muhammadiyah. Kecuali NU yang sejak awal tawaran itu dilaunching pemerintah, sigap dan bersemangat menerimanya.  

Beberapa organisasi keagamaan yang hingga saat ini dengan tegas menolak tawaran itu adalah Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Nahdlatul Wathon Diniyah Islamiyah (NWDI), dan Persekutuan Gereja Indonesia (PGI). Sementara yang sikapnya lebih moderat, dalam arti masih akan mempertimbangkan tawaran itu dengan cermat antara lain ParisaDa Hindu Dharma Indonesia (PHDI).

Alasan Menerima Tawaran

Kini, pasca konsolidasi nasional Yogya itu, Muhammadiyah sejalan dengan NU. Dalam salah satu butir keputusan konsolidasi itu, PP Muhammadiyah bahkan sudah membentuk Tim Pengelola yang dipimpin oleh  Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP selaku Ketua dan Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D selaku Sekretaris.

Lantas mengapa Muhammadiyah akhirnya menerima tawaran usaha tambang dari pemerintah? Berikut beberapa argumentasinya sebagaiman dilansir di berbagai media nasional.

Pertama, kekayaan alam adalah anugerah Allah yang manusia sebagai khalifa di muka bumi memiliki kewenangan untuk memanfaatkan alam untuk kemaslahatan dan kesejahteraan hidup material dan spiritual.

Pengelolaan usaha pertambangan sejalan dengan Anggaran Dasar pasal 7 (1): Untuk mencapai maksud dan tujuan, Muhammadiyah melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar dan tajdid yang diwujudkan dalam segala bidang kehidupan. Kemudian Anggaran Rumah Tangga Pasal 3 ayat (8) "Memajukan perekonomian dan kewirausahaan ke arah perbaikan hidup yang berkualitas; dan ayat (10)"; "Memelihara, mengembangkan, dan mendayagunakan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kesejahteraan".

Selain itu juga didukung oleh Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tentang Pengelolaan Pertambangan dan Urgensi Transisi Energi Berkeadilan (9 Juli 2024). Fatwa ini antara lain menjelaskan, bahwa "Pertambangan (at-ta'dn) sebagai aktivitas mengekstraksi energi mineral dari perut bumi (istikhrj al-ma'din min ban al-ar) masuk dalam kategori muamalah atau al-umr al-duny (perkara-perkara duniawi), yang hukum asalnya adalah boleh (al-ibah) sampai ada dalil, keterangan, atau bukti yang menunjukkan bahwa ia dilarang atau haram (al-al fi al-mu'malah al-ibah atta yadulla ad-dall 'al tarmih)".

Kedua, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bahwa sesuai kewenangannya, pemerintah sebagai penyelenggara negara memberikan kesempatan kepada Muhammadiyah, antara lain karena jasa-jasanya bagi bangsa dan negara, untuk dapat mengelola tambang untuk kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.

Ketiga, Keputusan Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar 2015 yang mengamanatkan kepada PP Muhammadiyah untuk memperkuat dakwah dalam bidang ekonomi selain dakwah dalam bidang pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, tabligh, dan bidang dakwah lainnya. Pada tahun 2017, Muhammadiyah telah menerbitkan Pedoman Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM) untuk memperluas dan meningkatkan dakwah Muhammadiyah di sektor industri, pariwisata, jasa, dan unit bisnis lainnya.

Komitmen Bisnis

Selain landasan normatif alasan itu, PP Muhammadiyah juga merumuskan 4 (empat) komitmen bisnisnya dalam tatakelola tambang nanti. Komitmen bisnis ini penting untung memastikan bahwa usaha tambang yang akan dikelola nanti tidak menimbulkan mafsadat (kerusakan), baik bagi persyarikatan Muhammadiyah sendiri maupun bagi masyarakat dan lingkungan alam.

 

Pertama, dalam mengelola tambang, Muhammadiyah berusaha semaksimal mungkin dan penuh tanggung jawab melibatkan kalangan profesional dari kalangan kader dan warga Persyarikatan, masyarakat di sekitar area tambang, sinergi dengan perguruan tinggi, serta penerapan teknologi yang meminimalkan kerusakan alam.


Kedua, dalam mengelola tambang, Muhammadiyah akan bekerja sama dengan mitra yang berpengalaman mengelola tambang, memiliki komitmen dan integritas yang tinggi, dan keberpihakan kepada masyarakat dan Persyarikatan melalui perjanjian kerja sama yang saling menguntungkan.

Ketiga, pengelolaan tambang oleh Muhammadiyah dilakukan dalam batas waktu tertentu dengan tetap mendukung dan mengembangkan sumber-sumber energi yang terbarukan serta membangun budaya hidup bersih dan ramah lingkungan. Pengelolaan tambang disertai dengan monitoring, evaluasi, dan penilaian manfaat dan mafsadat atau kerusakan bagi masyarakat. Apabila pengelolaan tambang lebih banyak menimbulkan mafsadat maka Muhammadiyah secara bertanggung jawab akan mengembalikan izin usaha pertambangan kepada pemerintah.

Keempat, dalam pengelolaan tambang, Muhammadiyah berusaha mengembangkan model yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial, pemberdayaan masyarakat, membangun ekosistem yang ramah lingkungan, riset dan laboratorium pendidikan, serta pembinaan jamaah dan dakwah jamaah. Pengembangan tambang oleh Muhammadiyah diusahakan dapat menjadi model usaha "not for profit" dimana keuntungan usaha dimanfaatkan untuk mendukung dakwah dan Amal Usaha Muhammadiyah serta masyarakat luas.

Ekspresi Cinta

Jika membaca argumentasi dan komitmen bisnis yang dirumuksan PP Muhammadiyah itu rasanya cukup clear, dan publik khususnya warga persyarikatan, mestinya juga bisa memahami dan merima langkah kebijakan Muhammadiyah.

Namun demikian, tidak semua orang (mungkin juga di kalangan warga Muhammadiyah sendiri) nampaknya menerima langkah kebijakan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan beredarnya sebuah satir (sindiran) di berbagai platform media "menggelitik tapi tajam,": "Dipisahkan Qunut Disatukan Tambang." Tentu yang dimaksud adalah NU dan Muhammadiyah.

Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama di kalangan umat Islam, salah satu khilafiyah klasik yang membedakan NU dan Muhammadiyah dalam praktik ibadah adalah soal bacaan doa Qunut pada sholat subuh. NU menggunakan Qunut dan Muhammadiyah sebaliknya.

Meski perkara Qunut ini hanyalah soal khilafiyah furu'iyah, berpuluh tahun atau sudah lebih dari 1 abad jika dihitung dari berdirinya Muhammadiyah (1912), warga NU dan Muhammadiyah terpolar kedalam dua kutub sholat subuh. Di lapis akar rumput umat, perbedaan ini bahkan kerap memicu pertengkaran. Padahal salah satu kaidah ushul fiqhnya jelas dan sederhana:  Laa Inkara fil Mukhtalaf Fiihi, tidak boleh ada pengingkaran dalam khilafiyah.

Lantas bagaimana membaca satir "Qunut dan Tambang" ini? Sederhana saja. Satir itu jelas bukan bermaksud memperkarakan isu Qunutnya. Karena masing-masing sudah sama-sama memahami dan sepakat bahwa Qunut adalah wilayah interpretasi, area khilafiyah furu'iyah.

Fokus satir itu adalah soal tatakelola tambannya. Sekali lagi, usaha tambang apalagi dalam skala besar bukanlah core business organisasi keagamaan. Berbagai sisi mafsadat bisa saja terjadi dan berdampak buruk, baik bagi institusi organisasi sendiri maupun bagi masyarakat dan lingkungan. Yakni ketika keliru qiblat (niyat dan orientasi) dan salah manajemen dalam praktiknya.  

Muhammadiyah dan NU sudah terbukti peran-peran strategis dan kontributifnya bagi masyarakat, bangsa dan negara ini. Terutama dalam bidang sosial, pendidikan, kesehatan, bahkan juga dalam merawat harmoni politik kebangsaan dan kemanusiaan di negeri ini. Semua orang pastinya tidak ingin melihat kedua ormas Islam mainstream ini terjerumus lalu terjebak dalam kubangan bisnis yang lebih banyak merusak lingkungan. Jadi, satir itu sebetulnya adalah ekspresi cinta dari masyarakat kepada Muhammadiyah dan NU.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun