Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

PDIP, Ahok, dan Potensi Blunder di Pilkada Jakarta

18 Juli 2024   15:30 Diperbarui: 19 Juli 2024   02:59 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu dengan partai mana PDIP bisa berkoalisi? Jika rujukannya adalah peta koalisi pada Pilpres 2024 silam, maka partai yang paling mungkin diajak kerja sama adalah PPP dan Perindo. Hanura tidak masuk hitungan karena gagal di DKI.

Tetapi penggabungan jumlah kursi PDIP dengan PPP dan Perindo masih jauh dari memenuhi syarat. PPP dan Perindo hanya meraih 1 kursi di DPRD DKI. Jadi kumulasinya hanya 17 kursi, kurang 6 kursi untuk bisa mengajukan pasangan cagub-cawagub. Dengan demikian, Ahok tidak mungkin bisa dimajukan oleh PDIP sebagai bakal Cagub, perahunya tidak memadai.

Opsi kedua yang juga mungkin adalah berkoalisi dengan PSI, peraih 8 kursi di DPRD DKI, cukup untuk bisa memajukan pasangan calon. Tentu saja dengan satu catatan, PSI "berkenan" keluar dari barisan Koalisi Indonesia Maju (KIM) di Pilkada Jakarta. Penggabungan kursi PDIP dan PSI 23 kursi, cukup untuk bisa melaju di Jakarta. Ahok bisa maju, tentu dipasangkan dengan Kaesang, Ketua Umum PSI.

Tetapi PDIP kemungkinan besar tidak akan mengambil opsi ini. Figur Paslon Ahok-Kaesang terlalu resisten secara sosio-politik bagi warga Jakarta yang mayoritas masih lebih menyukai Anies dan kemungkinan besar akan kembali terpicu oleh sentimen agama seperti pada Pilkada 2017 silam. Jadi, di opsi ini Ahok nampaknya juga bakal mentok.

Opsi terakhir dan paling realistis adalah bekerja sama dengan PKB dan PKS, bisa juga ditambah Nasdem jika partai Surya Paloh ini tidak merapat ke kubu KIM. Tetapi jika ini yang menjadi pilihan PDIP, maka dengan sendirinya Ahok tersisih, karena berdasarkan regulasi pencalonan yang masih berlaku kedua mantan Gubernur DKI ini tidak mungkin saling dipasangkan satu sama lain.

Dan PDIP kemungkinan besar akan memilih Jendral (Purn) Andika untuk disandingkan dengan Anies. Tentu saja dengan satu catatan. PKS legowo menarik figur Sohibul Iman dari posisi bakal Cawagub Anies yang sudah dideklarasikan, dan PKB ikhlas tidak mengajukan kadernya untuk mendapingi Anies.

Menghindari Blunder

Bertolak dari kalkulasi tersebut, hemat saya PDIP sebaiknya memang tidak tergoda untuk memajukan kembali Ahok (dipasangkan dengan siapapun) di Pilkada Jakarta. Setidaknya ada 3 argumen penting untuk dipertimbangkan PDIP terkait soal ini. Intinya ketiga alasan ini adalah menghindari blunder yang potensial terjadi jika PDIP mencalonkan Ahok.

Blunder pertama terkait dengan posisi PDIP sendiri dalam konstelasi kepolitikan nasional. Pasca Pilpres 2024 silam hingga saat ini, saya melihat hanya PDIP yang masih cukup konsisten mengambil posisi dan memainkan peran oposisional terhadap pemerintahan untuk menjaga dan memastikan demokrasi kita tetap sehat karena ada kontrol.

Dengan "memaksakan" Ahok ke arena kandidasi Pilkada Jakarta, PDIP potensial akan semakin tidak punya kawan politik. Bisa jadi bahkan akan menyendiri di tengah gemuruh Pilkada karena gagal membangun koalisi lawan tanding (bersama PKS, PKB, Nasdem) bagi koalisi turunan Pilpres di satu sisi tetapi juga tidak merapat ke barisan KIM di sisi yang lain. Sementara jumlah kursi yang dimiliki tidak cukup untuk mengajukan paslon sendiri meski kerja sama dengan dua partai bekas kongsinya di Pilpres 2024, yakni PPP dan Perindo.

Blunder kedua yang potensial bisa terjadi jika mengajukan kembali Ahok di Pilkada Jakarta adalah membangkitkan kembali polarisasi sosial seperti yang pernah terjadi di Pilkada 2017 silam. Terutama jika lawannya adalah Anies-Sohibul Iman (PKS) atau Anies-Ida Fauziyah (PKB). Padahal kemenangan belum tentu bisa diraih mengingat posisi elektabilitas Anies masih yang tertinggi.

Seandainya pun kemenangan bisa diraih, polarisasi tajam yang dipicu oleh langkah PDIP dengan memajukan Ahok potensial bisa menciptakan perluasan cakupan lawan-lawan politik bagi PDIP dalam konstelasi kepolitikan nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun