Sudah saatnya civitas akademika pesantren hadir sebagai subyek yang memberi kontribusi positif terhadap penyelenggaraan Pilkada berupa masukan-masukan konstruktif sekaligus pengawasan sejak dini.
Sarasehan yang dihadiri oleh ratusan alumni pesantren ini bersama para aktifis mahasiswa dan pemuda Lebak menghadirkan 3 orang bakal calon Bupati Lebak yang paling potensial sejauh ini. Mereka adalah Mochammad Hasbi Jayabaya (Anggota DPR RI, anak mantan Bupati Lebak dua periode, Mulyadi Jayabaya), Sanuji Pentamerta (Wakil Walikota Cilegon asal Rangkasbitung Lebak), dan Akhmad Jazuli (Pebisnis dan tokoh masyarakat Lebak Banten).
Seperti yang diharapkan panitia, ketiga bakal calon Bupati dengan lugas dan menarik memaparkan ide-ide dan rencana programnya jika kelak terpilih menjadi Bupati Lebak. Mulai dari isu bagaimana mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) Lebak yang masih kecil, besaran APBD yang masih jauh dari mencukupi kebutuhan pembangunan, isu-isu pendidikan, kesehatan, pengangguran, pengembangan ekonomi dan lain-lain.
Meski tidak cukup komprehensif karena keterbatasan waktu, ide-ide visioner dan rencana programatik mereka terkait berbagai isu tersebut mendapat sambutan positif dari audiens yang antusias mengikuti election talk ini hingga tuntas. Sehingga apa yang diharapkan panitia, bahwa Sarasehan menjadi ajang festival gagasan lumayan terasa, meriah dan partisipatif.
Frasa "membangun bersama, sejahtera bersama" sebagai tema Sarasehan menjadi daya tarik tersendiri dalam sesi diskusi. Frasa ini dianggap mewakili gejala mutakhir yang terjadi, mungkin di banyak daerah. Bahwa pembangunan yang secara konseptual dipromosikan sebagai ikhtiar bersama untuk kepentingan bersama, dalam praktiknya tidak selalu mudah diwujudkan. Ketimpangan masih terjadi di berbagai sisi. Ketimpangan antar wilayah, antar sektor, dan terutama antar kelompok dan lapisan masyarakat sebagaimana bisa dibaca dalam angka-angka gini rationya.
Meaningful Participation
Idealnya perhelatan Pilkada memang digelar dengan cara demikian sejak awal tahapan dimulai. Para bakal kandidat dan pemilih dipertemukan dalam forum-forum pertukaran ide dan diskusi-diskusi substantif seputar isu-isu bersama masyarakat daerahnya. Bukan bertemu dalam pasar-pasar transaksional yang hanya mengumbar jargon, janji-janji tak terukur, dan bagi-bagi bingkisan.
Sarasehan serupa ini atau apapun namanya, penting dihidupkan dan ditradisikan dalam kerangka perhelatan Pilkada. Selain untuk meminimalisir kebiasaan transaksi politik yang tidak sehat, menghindari praktik "beli kucing dalam karung", serta menjadikan masyarakat sekadar sebagai obyek perburuan suara. Model diskursus ini juga memperluas ruang partisipasi yang bermakna (meaningful participation) bagi masyarakat.
Dalam putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020), Mahkamah Konstitusi (MK) mengartikan meaningful participation (partisipasi yang bermakna) sebagai: (1) hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, (2) hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan (3) hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Secara spesifik putusan MK diatas memang terkait dengan isu pembuatan kebijakan publik seperti Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Tetapi kita tahu, memilih pemimpin termasuk Kepala Daerah adalah bentuk keputusan politik paling strategis sebelum suatu produk kebijakan publik dibuat oleh para politisi (eksekutif dan legislatif) yang terpilih. Karena itu, konsep meaningful participation tetap relevan untuk diimplementasikan dalam kerangka perhelatan Pilkada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HArtikel terkait: https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/6655f1a3ed6415723667b0a2/sarasehan-bersama-bakal-calon-bupati-tantang-gagasannya-bukan-minta-bingkisannya