Kolaborasi keduanya di parlemen akan menjadi "sparing partner politik" yang bertenaga bagi pemerintahan Prabowo-Gibran. Bukan dalam pengertian "mengganggu", melainkan dalam pengertian menghadirkan dan mentradisikan dialektika gagasan dan diskursus politik kebijakan.
Bagaimana dengan garis ideologis keduanya yang secara politik kerap dinilai berhadapan secara diametral? PDIP Nasionalis sekuler, sementara PKS Islam modernis. Tidakkah fakta ini akan menghambat kolaborasi mereka di parlemen?
Dalam perspektif politik kebangsaan, fakta itu hemat saya lebih merupakan tantangan dinamis, bukan halangan statis dan permanen. Asal keduanya berangkat dari alas pikir yang sama, yakni: kepentingan berbangsa dan bernegara, perbedaan itu tidak akan sulit untuk dilalui. Di berbagai daerah kerjasama PDIP-PKS dalam Pilkada dan mengawal Pemda setempat merupakan bukti otentik, bahwa perbedaan spektrum ideologi tidak perlu menjadi penghambat keduanya untuk sama-sama berkontribusi pada daerah dan bekerja untuk rakyat. Â Â
Artikel terkait: https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/662d2fb3c57afb1a2c0fbe42/konstelasi-politik-pasca-pilpres-pragmatisme-elit-dan-keseimbangan-politik
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI