Ketiga, merujuk pada doktrin trias politika Montesquieu, demokrasi membutuhkan mekanisme check and balances antar cabang kekuasaan negara (utamanya antara legislatif dan eksekutif). Dalam konteks ini oposisi di parlemen (maupun di luar parlemen) berperan untuk memastikan bahwa pemerintah yang juga didukung oleh sebagian (tentu mayoritas) koalisinya di parlemen tidak semena-mena saat merancang dan memproduk kebijakan-kebijakan politik. Â
Fungsi dan peran itu penting karena fakta elektoral, bahwa di sisi konstituen pendukung pemerintah yang memenangi perhelatan pemilu, masih terdapat konstituen yang berbeda sikap dan dukungan. Tradisi demokrasi wajib menjamin kelompok minoritas, setidaknya untuk tetap didengarkan suaranya melalui kelompok oposisi yang secara faktual menerima mandat dari minoritas politik itu.
Selain itu, mekanisme check and balances juga perlu dihidupkan untuk memastikan agar kedua cabang kekuasaan (legislatif dan eksekutif) selalu berada pada titik yang relatif seimbang. Eksekutif tidak boleh terlalu kuat (heavy executive) karena bisa melahirkan rezim otoriter dan praktik otoritarianisme. Sebaliknya, legislatif (parlemen) juga tidak boleh terlalu kuat karena bisa memicu instabilitas politik dan pemerintahan.
Keempat, demokrasi sesungguhnya digagas sebagai jalan untuk mewujudkan kebaikan bersama dari waktu ke waktu secara berkesinambungan. Dalam perspektif dialektika dan politik diskursif, kebaikan bersama adalah tahap yang takkan pernah selesai untuk terus diikhtiarkan. Peran oposisi dalam kerangka ini adalah membawa dan menghadirkan antitesis-antitesis pemikiran, gagasan, aspirasi dan kehendak konstituen minoritas secara terus-menerus dalam setiap rancangan kebijakan pemerintah.
Dengan cara dialektik dan politik diskursif ini terbuka peluang setiap rancangan kebijakan pemerintah menjadi lebih baik karena ia dikawal dengan kritis. Jadi, tidak seperti yang dibayangkan banyak orang bahwa kiprah kaum oposisi hanyalah untuk mendegradasi kebaikan-kebaikan pemerintah lalu menjatuhkannya. Melainkan justru (secara tidak langsung) dapat memperkuatnya melalui produk-produk kebijakan politik yang dianggap baik oleh konstituen minoritas di belakang kaum oposisi di parlemen.Â
Berdasarkan uraian diatas, keberadaan kelompok oposisi baik di parlemen maupun non-parlemen (masyarakat sipil, para akademisi, tokoh masyarakat dll) sesungguhnya adalah mulia dan terhormat. Karena peran-peran fungsional mereka adalah menjaga, mengingatkan dan membentengi agar para penguasa tidak terjerumus kedalam sesat pikir, sesat arah dan sesat jalan dalam mengoperasikan kekuasaan negara.
Selain itu, melalui tradisi dialektik dan politik diskursif yang cerdas dan ikhlas (semata-mata untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara) kelompok oposisi juga dapat memberi kontribusi positif pada setiap rancangan kebijakan dan program-program pemerintah berupa gagasan dan pemikiran-pemikiran visioner mereka.
Menjaga Amanah Puluhan Juta Pemilih
Di samping alasan konsepsi dasar dan tradisi demokrasi sebagaimana terurai diatas, PDIP dan PKS juga penting mengambil peran sebagai oposisi karena fakta elektoral yang tidak boleh dinafikan. Bahwa keduanya, mewakili kubu koalisi masing-masing sesungguhnya telah mendapatkan amanah puluhan juta suara pemilih yang harus mereka jaga dan perjuangkan.
PDIP bersama koalisinya mendapatkan titipan amanah rakyat sebanyak 27 jutaan suara. Sementara PKS bersama koalisinya mendapatkan titipan amanah lebih dari 40 jutaan suara. Jika digabung maka amanah rakyat yang tidak dititipkan kepada Prabowo-Gibran ini jumlahnya hampir 70 juta. Angka yang tidak boleh diremehkan secara politik.
Dengan menjadi oposisi, berarti PDIP dan PKS menjaga amanah suara rakyat untuk terus diperjuangkan melalui proses dialektika politik gagasan dan kebijakan bersama pemerintah. Sebaliknya, dengan bergabung kedalam pemerintahan, apapun narasi argumen yang dibangunnya, bagi para pemilih dan pendukung kedua partai ini jelas merupakan bentuk pengingkaran terhadap amanah yang dititipkan.
Terakhir, diantara partai-partai parlemen yang ada, hemat saya PDIP dan PKS merupakan dua partai yang memiliki rekam jejak soliditas paling kuat. PDIP, selain faktor ideologi, fakta elektoral merupakan partai peraih suara terbanyak di parlemen. Sementara itu, meski suaranya ada di klaster tengah, PKS merupakan partai dengan militansi kader yang sangat baik.