Pada bagian pertama tulisan ini telah diulas bahwa rencana bergabungnya Nasdem dan PKB kedalam pemerintahan baru nanti didasari oleh bertemunya motif dan kepentingan politik diantara keduabelah pihak.
Nasdem-Paloh dan PKB-Muhaimin merasa lebih nyaman menjadi bagian dari rezim di satu sisi, dan Prabowo merasa perlu memperbesar dukungan politik parlemen disamping menciptakan keseimbangan pengaruh politik didalam pemerintahannya. Â Â
Bahwa masih ada motif dan faktor lain tentu sangat mungkin dan sah-sah saja. Tetapi apapun motif dan faktor yang mendorong mereka mencapai titik temu untuk bersama-sama di kubu pemerintahan jelas bakal memengaruhi konstelasi kepolitikan nasional di kemudian hari, termasuk masadepan perkembangan demokrasi yang belakangan ini oleh banyak orang dinilai sedang mengalami kemerosotan.
Oleh karena itu penting untuk mengetahui bagaimana sikap PDIP dan PKS, dua parpol parlemen yang tersisa dalam konstelasi kepolitikan pasca Pilpres 2024? Apakah keduanya juga akan menyusul Nasdem dan PKB bergabung kedalam pemerintahan Prabowo-Gibran? Atau secara terhormat dan dada tegak memilih berada di luar pemerintahan dan siap menjadi oposisi yang kuat dan bermartabat?
Tugas Mulia dalam Tradisi DemokrasiÂ
Dari dinamika politik yang dapat dicermati belakangan ini, kedua parpol belum menunjukan tanda-tanda bakal bergabung kedalam pemerintahan. Meski juga belum secara tegas menyatakan akan memilih berada di luar pemerintahan dan siap menjalankan tugas mulia sebagai oposisi.
Tetapi saya membaca suara-suara publik banyak yang berharap PDIP dan PKS mau mengambil peran sebagai oposisi pada pemerintahan mendatang. Ada sejumlah argumen mengapa kedua partai ini penting untuk mengisi ruang kosong yang ditinggalkan enam parpol parlemen. Salah satunya berkenaan dengan konsepsi dan tradisi demokrasi sendiri, bahwa keberadaan oposisi adalah conditio sine qua non. Sesuatu yang niscaya berdasarkan empat alasan berikut ini.
Pertama, pasca era kenabian (agama Samawi manapun) yang sakral atau tradisi theokratik tidak ada lagi manusia suci dan ma'shum. Setiap orang bisa salah, termasuk para pemimpin yang dipilih dan diberi amanah oleh mayoritas rakyat sekalipun.
Dalam konteks ini, oposisi hadir untuk mengingatkan kemungkinan salah pikir, keliru sikap, dan sesat kebijakan dari para pemimpin. Dalam ungkapan yang lazim digunakan kalangan peminat diskursus kepolitikan kaum oposisi dikatakan sebagai watchdogs, "anjing penjaga". Fungsinya adalah menyalak sebagai peringatan, dan menjaga agar operasi kekuasaan dan jalannya pemerintahan tidak melenceng dari track yang seharusnya dilalui, track yang disepakati bersama. Track itu ada pada norma-norma konstitusi, hukum dan perundang-undangan.
Kedua, meminjam dalil klasik Lord Acton, power tend to corruptc, and absolute power corrupts absolutely. Dalam konteks ini oposisi hadir untuk mengontrol naluri purba kekuasaan yang egois sekaligus mengawasi operasi kekuasaan yang cenderung korup di tangan penguasa manapun.
Karenanya dalam sebuah metafor, kaum oposisi lazim disebut sebagai "advocatus diabolli", "setan yang menyelamatkan". Kerjanya memang "mengganggu" (penguasa) layaknya setan. Namun "gangguan" itu sesungguhnya dilakukan demi kebaikan bersama, untuk menyelamatkan kehidupan bersama dari kemungkinan salah dalam mengambil pilihan arah dan jalan berbangsa dan bernegara.