Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Konstelasi Politik Pasca-Pilpres (1): Pragmatisme Elit dan Keseimbangan Politik

28 April 2024   00:15 Diperbarui: 29 April 2024   13:45 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Keseimbangan dalam kebijakan, politik, dan hukum.(Sumber: KOMPAS/JITET) 

Selain karena dorongan atau motif ikut menjadi bagian dari kekuasaan pemerintah dari kubu koalisi yang kalah.

Faktor lain yang memengaruhi cepatnya perubahan konstelasi politik pasca putusan MK berasal dari Prabowo sendiri, tetapi belum tentu merupakan kesepakatan bersama dengan parpol-parpol pendukungnya.

Ada dua faktor yang mendorong Prabowo merasa perlu untuk mengajak gabung Nasdem dan PKB, bahkan mungkin juga PKS kedalam pemerintahannya nanti.

Pertama, untuk memperbesar barisan dukungan politik bagi pemerintahannya. Hal ini penting untuk memastikan pemerintahannya nanti berjalan efektif karena dukungan parlemen yang memadai. Seperti kita tahu saat ini, kumulasi suara 4 partai pendukung Prabowo (Gerindra, Golkar, PAN dan Demokrat) berdasarkan hasil Pemilu 2024 hanya berada di kisaran angka 43 persenan. Angka yang riskan untuk memuluskan setiap kebijakan dan program pemerintah.

Dengan bergabungnya Nasdem dan PKB, dukungan politik di parlemen akan membengkak menjadi sekitar 63 persenan. Angka yang cukup aman secara politik untuk menjaga stabilitas pemerintahan Prabowo-Gibran sekaligus memastikan efektifitas jalannya pemerintahan baru nanti. Terlebih lagi jika PKS akhirnya juga menyusul, mengakhiri lelahnya menjadi oposisi.

Kedua, untuk menciptakan keseimbangan pengaruh politik di tubuh pemerintahannya. Sebagaimana sudah menjadi pengetahuan publik, di belakang Prabowo-Gibran ada figur Jokowi yang hingga saat ini amat dominan pengaruh politiknya. Gejala ini nampak sejak proses kandidasi dan kampanye Pilpres kemarin hingga saat ini.

Dalam beberapa kesempatan misalnya, sejumlah elit di kubu Prabowo-Gibran dengan jelas mengemukakan, bahwa Jokowi akan dilibatkan dalam penyusunan kabinet Prabowo-Gibran. Wajar secara politik karena kontribusi elektoral Jokowi atas kemenangan Prabowo-Gibran, meski kurang elok secara etik.

Tetapi terlepas dari kontroversi "wajar dan kurang elok" itu, Prabowo sendiri tentu saja menghendaki kekuasaannya sebagai Presiden otonom dan power full sebagaimana layaknya Presiden dalam sistem presidensil. Ia kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.

Namun di sisi lain, Prabowo pasti menyadari bahwa keberhasilannya memenangi kontestasi tidak mungkin dilepaskan dari peran dan pengaruh Jokowi. 

Telebih lagi, fakta politik bahwa Wapres yang mendampinginya adalah putra Jokowi sendiri. Prabowo tidak mungkin mengabaikan Jokowi, tetapi juga pasti tidak ingin Jokowi terlibat terlalu jauh apalagi mendominasi dalam pemerintahannya kelak.

Bertolak dari situasi dilematis itulah saya kira Prabowo memang perlu mengambil langkah taktis. Soal langkah ini, sebelum membuat kesepahaman dengan Nasdem-Paloh dan PKB-Muhaimin, Prabowo sebetulnya sudah berusaha untuk membangun komunikasi dengan Megawati-PDIP. Tujuan akhirnya sangat mungkin mengajak Megawati-PDIP bergabung dalam pemerintahannya.

Tapi ikhtiar itu nampaknya gagal, setidaknya hingga hari ini agenda pertemuan Prabowo-Megawati belum terlaksana. Dan boleh jadi memang tidak akan pernah terwujud. Bisa karena Prabowo mempertimbangkan posisi Jokowi, atau sebaliknya, hal ini memang disarankan oleh Jokowi sendiri. Kita tahu, hubungan Megawati-Jokowi kini sudah benar-benar selesai.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun