Untuk mewujudkan target-target tujuan personal dan kelompoknya cara apapun bisa mereka lakukan. Termasuk yang berkarakter Machiavellian sekalipun, menganggap segala cara menjadi halal.Â
Mereka berpolitik tanpa landasan moral dan etik, mengesampingkan integritas. Dalam kasus Nasdem dan PKB tentu saja termasuk melupakan dengan gampang jutaan suara pemilih yang menginginkan perubahan.
Pilpres sudah selesai. Nasdem dan PKB berada di kubu koalisi yang kalah. Kekalahan adalah kehilangan segalanya, kecuali idealisme dan spirit memperjuangkannya tanpa henti.Â
Tapi sekali lagi, dalam pikiran elit-elit pragmatik, idealisme adalah omong kosong. Bertahan di sisinya adalah sikap yang tidak realistis, tidak akan menghasilkan apapun yang dibutuhkan untuk menjaga kehormatan dan kedigdayaan politik pribadi maupun kelompoknya.
Maka pilihannya tinggal satu: segera bergabung kedalam kubu yang bakal memerintah dan diendors rezim yang kemarin-kemarin dikritisinya habis-habisan di musim kampanye. Dengan cara demikian, setidaknya satu dua kursi jabatan menteri di Kabinet bisa diraih.
Seperti pernah dikatakan Anies di panggung kampanya tempo hari, menjadi oposisi memang berat. Kala itu narasi telak Anies diarahkan kepada Prabowo yang tidak tahan menjadi oposisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Kini, belum lagi pemerintahan baru hasil Pemilu dimulai, kubu yang sejatinya siap menjadi oposisi karena kalah kontestasi, sudah lempar handuk, menyerah sebelum mencoba menjalaninya. Â Â
Apakah dengan demikian dapat disimpulkan bahwa narasi besar tentang perubahan yang terlanjur telah menghipnotis puluhan juta massa yang kemarin diusung Anies-Muhaimin sekadar basa-basi, "omon-omon" belaka? Tidak juga. Saat itu, saya yakin Nasdem dan PKB (termasuk PKS tentu saja) serta para elitnya serius mengusung narasi perubahan.
Tetapi watak para pragmatik sejatinya memang tidak akan pernah bisa ajeg dan konsisten. Konsistensi mereka hanya ada pada satu soal, yakni ketidak-konsistenan itu sendiri.Â
Begitu fakta politik baru yang mereka hitung tidak akan memberikan keuntungan materi (dan segera) muncul, maka dengan sigap dan sat-set mereka mengubah haluan.
Itulah yang sedang dipertontonkan elit Nasdem dan PKB kepada rakyat, terutama kepada para penyokong narasi besar perubahan yang sudah ikut berjuang habis-habisan sebelum dan selama masa kampanye kemarin. Meminjam istilah Tempo.co, "iman politik" mereka lemah.
Dan bagi jutaan rakyat yang kemarin berbaris mendukung narasi perubahan dengan tulus hingga rela bertengkar di medsos, belanja atribut kampanye sendiri, teriak-teriak menyuarakan perubahan, lemahnya iman politik para elit kedua parpol ini jelas memilukan.
Lantas bagaimana dengan PKS? Kabar santer yang tersiar PKS juga akan memberikan "karpet merah" untuk Prabowo. Partai yang dikenal memiliki basis massa militan dan istiqomah ini juga nampaknya sudah lelah menjadi oposisi selama dua periode pemerintahan. Jika akhirnya PKS juga mengikuti jejak Nasdem dan PKB, maka sempurnalah sudah kepiluan para pendukung tanpa jejak pamrih itu. Â Â