Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Memahami Istidraj dalam Politik dan Kepemimpinan

27 April 2024   08:40 Diperbarui: 27 April 2024   10:30 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada artikel sebelumnya seputar fenomena Istidraj  https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/6629c43ac57afb12e42e8432/istidraj-anomali-yang-harus-diwaspadai-dan-cara-menghindarinya telah disinggung bahwa dalam kehidupan keseharian kerap ditemukan fakta-fakta anomali yang terjadi atau dialami oleh seseorang. 

Ia hidup serba berkecukupan, bahkan melimpah secara materi. Jarang sekali sakit atau mendapat musibah. Padahal ia adalah pelaku segala jenis maksiat dan kemunkaran. Perintah agama yang dianutnya ditinggalkan, larangan-larangannya ditabrak setiap waktu.

Di dunia politik gejala serupa juga banyak ditemukan. Seorang politisi atau pemimpin politik sukses secara materil. Karir politiknya terus melenting, memiliki kewenangan dan pengaruh besar serta menentukan, namanya popular, pundi-pundi harta dan kekayaannya terus bertambah.

Dan tidak pernah mengalami kendala berarti setiap kali perhelatan Pemilu digelar. Ia selalu berhasil mewujudkan hasrat dan ambisi kuasanya. Ia bahkan juga disanjung dan nampak disukai rakyat.

Padahal ia terpilih (sebutlah menjadi anggota legislatif atau pemimpin eksekutif) dengan cara membeli suara rakyat yang uangnya berasal dari komisi proyek-proyek pemerintah atau hasil korupsi. Atau dengan jalan intimidasi menggunakan berbagai sumber kekuatan negara maupun non-negara.

Di sela-sela kunjungan kerja, rapat-rapat, seminar, menghadiri berbagai acara, reses dan bertemu dengan konstituen ia juga biasa mampir di tempat hiburan malam, melek sampai pagi. Ia adalah politisi pelanggan segala jenis maksiat dan kemunkaran.   

Anehnya situasi yang demikian tidak pernah dirasakannya sebagai anomali. Ia tidak pernah curiga dengan berbagai keberlimpahan dan kenikmatan materil yang diraihnya sementara saban hari dirinya berbuat maksiat dan menjauh dari perintah agama. Baik maksiat bathin seperti takabur, iri dengki, pendendam, dan hasad, juga maksiat lahir semisal memfitnah, korupsi, kolusi, berkhianat, ingkar janji atau berdusta.

Istidraj sebagai Kenikmatan Semu

Dalam ajaran Islam gejala sejenis itu disebut Istidraj. Yakni kenikmatan semu yang diberikan Allah SWT kepadas seseorang karena perilakunya yang berlumur maksiat dan kemunkaran, yang sejatinya merupakan azab yang ditangguhkan hingga waktu tertentu.
Didalam Hadits Nabi Muhammad SAW, fenomena Istidraj itu dikemukakan oleh 'Uqbah bin Amir: 

"Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba, sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah." (HR. Imam Ahmad).

Kemudian didalam karya populernya Tafsir al-Jami' li Ahkami al-Qur'an, Imam al-Qurthubi menjelaskan, bahwa Istidraj merupakan bentuk nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang mengingkari-Nya. Mengingkari kebenaran Allah, mengabaikan perintah dan melanggar larangan-laranganNya.

Sementara itu Imam Qusyairi dalam kitabnya Lathaif al- Isyarat: Tafsir Sufi Kamil li al-Qur'an al-Karim, menjelaskan Istidraj pada hakekatnya merupakan cara Allah mendekatkan para pelaku maksiat, para pendosa yang mengingkari perintah dan melanggar larangan-laranganNya dengan hukuman tanpa mereka sadari karena yang mereka rasakan adalah justru limpahan kenikmatan.  

Setiap kali mereka melakukan maksiat, Allah berikan kenikmatan secara langsung dan berkesinambungan hingga mereka mengira bahwa berbagai kenikmatan itu adalah anugrah dan berkah. Padahal sejatinya semua itu adalah "tipu daya", jebakan atau pembiaran yang Allah lakukan untuk mereka karena kemunkaran dan kemaksiatan yang mereka perbuat tanpa segera menyadarinya.

Ciri Potensial Istidraj Politik

Secara umum penanda seseorang sedang terjerumus dalam istidraj Allah adalah ia hidup dalam keberlimpahan harta dan kekayaan, kesehatan fisik, kesuskesan karir, dan popularitas, sementara di saat yang sama ia juga melakukan berbagai jenis maksiat dan kemunkaran.

Dalam konteks politik dan kepemimpinan, ciri atau tanda-tanda fenomenologis potensi Istidraj bisa hadir dan dialami seorang politisi atau pemimpin politik melalui fakta-fakta problematik berikut ini.

Pertama, sebagai politisi atau pemimpin ia raih jabatan dan kedudukan politiknya dengan cara culas, melanggar etik dan hukum, membeli suara rakyat (money politics), menggunakan kewenangan dan/atau fasilitas negara yang tak seharusnya digunakan (abuse of power), serta cara-cara Machiavellian lainnya. Namun karir politiknya terus berkembang dan melenting dari waktu ke waktu.

Kedua, sebagai politisi atau pemimpin perilakunya jauh dari amanah dan integritas. Ia mengkhianati kepercayaan rakyat yang dimandatkan kepadanya, mengingkari janji-janji dan komitmen politiknya saat membutuhkan suara rakyat, terbiasa berbohong dan munafik, serta memimpin dengan watak otoritarian dan despot. Namun jabatan dan kekuasaannya tetap stabil, wibawa dan pengaruh politiknya tetap kuat, dan ia nampak dicintai rakyat.    

Ketiga, sebagai politisi atau pemimpin sering (jika tidak selalu) kebijakan-kebijakan politik yang dibuatnya atau yang ia terlibat dalam proses perumusannya tidak berpihak pada kepentingan rakyat dan negara. Sebagiannya bahkan potensial menyengsarakan rakyat. Tetapi kepemimpinan politiknya tetap nampak mendapat dukungan dan legitimasi, bahkan apresiasi banyak orang.

Keempat, dalam konteks umum sebagai pribadi, seorang yang sedang mendapat azab Istidraj biasanya juga jarang sekali sakit dan mengalami musibah duniawi dalam kehidupannya.

Terhadap semua fenomena itu, sahabat Ali Bin Abi Thalib radiyallahu'anhu mengingatkan, "Wahai anak Adam ingat dan waspadalah bila kau melihat Rabbmu terus menerus melimpahkan nikmat atas dirimu sementara engkau terus-menerus melakukan maksiat kepadaNya."

Kelima, didalam hati dan pikiran seorang politisi atau pemimpin yang sedang mendapatkan azab Istidraj juga terbersit keyakinan bahwa jabatan, kewenangan dan segala keberlimpahan nikmat duniawi yang lahir dari kekuasaan politiknya ia peroleh dan miliki semata-mata karena hasil ikhtiar dan kerja kerasnya.

Ia mengingkari doktrin theologis (tauhid) yang seharusnya diyakini bahwa semua yang didapatkan dan dimilikinya semata-mata merupakan anugrah sekaligus amanah dari Allah. Tapi lagi-lagi, dengan hati dan pikiran yang ingkar itupun ia nampak hidup dalam ketenangan dan kenyamanan sebagai politisi atau pemimpin.

Demikianlah Allah memberikan penangguhan azab terhadap para politisi dan pemimpin yang mengingkari perintahnya berupa perilaku dzalim, tindakan-tindakan nir-adab, tidak amanah, jauh dari integritas serta kebijakan-kebijakan politik yang menyusahkan rakyat.

Kepada mereka diberikannya limpahan kenikmatan dan kehormatan duniawi. Tetapi di saat yang sama, sesungguhnya Allah sudah menyiapkan azab pedih, yang pasti akan datang pada waktu yang telah ditentukan, di dunia ini atau di akhirat kelak seperti tertuang dalam firmanNya:

"Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami biarkan mereka berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui." (QS. Al 'Araf, 182).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun