Pertama, amicus curiae diajukan oleh pakar-pakar yang memiliki kompetensi tinggi di bidang hukum (dan politik), para akademisi dengan integritas kecendekiaan yang kredibel, dan secara politik elektoral mereka tidak terafiliasi dengan Paslon Pilpres manapun. Fakta-fakta ini menunjukan tingkat kompetensi kepakaran, derajat integritas sekaligus imparsialitas mereka, yang mestinya dihargai oleh para hakim konstitusi.
Kedua, dinamika persidangan PHPU yang diwarnai secara kental oleh tuntutan agar MK bersikap progresif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yakni proses penyelenggaraan Pilpres, dan tidak berkutat hanya pada angka-angka hasilnya (kuantitaif). Dasar argumennya sangat kokoh. Bahwa hasil (kuantitatif) Pilpres sebagaiman yang ditetapkan KPU tidaklah muncul dari ruang hampa, melainkan dari ruang proses yang sangat besar pengaruhnya terhadap hasil angka-angka. Tuntutan ini mengemuka bukan hanya dari tim hukum Paslon 1 dan 3, melainkan juga berkembang dalam masyarakat luas. Karena itu hemat saya poin ini akan menjadi salah satu yang dipertimbangkan oleh para hakim konstitusi.
Ketiga, sejak putusan Nomor 90 yang kontroversial itu secara moral MK mengalami defisit kepercayaan publik setelah Ketuanya (Anwar Usman) dinyatakan terbukti melanggar etik oleh Majelis Kehormatan MK bahkan hingga dua kali. Dalam konteks ini sangat mungkin para hakim konstitusi sekarang memiliki ghiroh (spirit moral dan nurani) untuk mengembalikan kepercayaan publik itu. Mengabulkan gugatan 01 dan 03 adalah langkah kongkrit untuk mengembalikan kepercayaan dan marwah mahkamah. Seperti ungkapan populer belakangan ini: MK yang memulai, MK juga yang pantas mengakhiri.
Keempat, proses persidangan PHPU Pilpres 2024 ditangani oleh 8 hakim konstitusi (minus Anwar Usman yang dilarang terlibat mengadili berdasarkan putusan MKMK). Tiga diantara mereka (Suhartoyo, Saldi Isra dan Arief Hidayat) memilih dissenting opinion (pendapat berbeda) terkait putusan Nomor 90, dan dua lainnya (Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Foekh) menyatakan concurring opinion (alasan berbeda). Dua hakim lainnya (Guntur Hamzah dan Ridwan Mansur) menerima, dan satu hakim lagi (Arsul Sani) tidak ikut menangani karena saat itu belum dilantik. Berdasarkan komposisi hakim tersebut peluang amicus curiae memengaruhi, sekurang-kurangnya sebagian dari putusan MK nampaknya cukup terbuka.
Artikel terkait :Â https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/660ae29114709348a9463782/mahkamah-ketika-nurani-menjadi-hakim-bagi-diri-sendiri
Artikel terkait: https://www.kompasiana.com/www.tisna_1965.com/660b498ec57afb0210219132/urgensi-pemanggilan-empat-menteri-oleh-mahkamah-konstitusi
   Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI