Para ulama dan cendekiawan muslim sependapat dalam hal ini, bahwa seseorang yang telah memperoleh Lailatul Qadar sedikitnya ditandai oleh dua hal.
Pertama, adanya perubahan karakter dan perilaku secara signifikan dalam pribadinya yang kemudian memancar sebagai cahaya dan mengalir serupa gelombang secara sosial. Yakni perubahan dari kondisi yang buruk ke kondisi yang baik.Â
Hal ini didasarkan pada nalar bahwa para malaikat yang turun ke bumi itu (QS. Al Qodr: 3) membawa kebaikan dan keberkahan. Para malaikat sendiri adalah makhluk Allah yang hanya mengenal kebaikan dan condong hanya pada kebaikan.
Jadi, seorang yang memperoleh Lailatul Qadar, jika sebelumnya berwatak pendusta dan culas dia akan menjadi sosok berintegritas. Jika sebelumnya terbiasa mengkhianati janji dan komitmen dia akan menjadi sosok yang amanah.Â
Berbagai watak buruk seperti koruptif, kolutif dan nepotistik; provokator, pemarah, pembenci, pendendam dan sebagainya akan punah dari jatidiri seseorang yang telah memperoleh Lailatul Qadar.
Kedua, seseorang yang telah memperoleh Lailatul Qadar juga akan memancarkan resonansi dan aura (vibes) kedamaian dan harmoni secara sosial.Â
Vibes sosialnya kala berhadapan atau beinteraksi dengan siapapun dan dalam situasi apapun akan selalu menghadirkan kedamaian dan ketenangan. Sebagaimana ayat terakhir surat Al Qodr: "Salamun hiya hatta mathla'il fajr." Malam itu (penuh) kedamaian (kesejahteraan) sampai terbit fajar.
Dengan demikian para peraih Lailatul Qadar akan memiliki adab yang tinggi, akhlakul karimah dan etika yang mulia, serta memancarkan resonansi dan mengalirkan gelombang kebaikan yang dapat menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam ruang-ruang kehidupan sosial.
Wallahu'alam Bishowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2HArtikel terkait:Â Ramadhan Talks (18): "Spiritualitas Mudik", Kembali ke Fitrah Pulang ke Negeri Akhirat