Perjalanan Ramadhan sudah memasuki paruh kedua dan akan segera mendekati puncaknya menjelang hari raya Idul Fithri nanti. Selain melaksanakan ibadah puasa (shiyam), satu lagi kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim di bulan Ramadhan ini, yakni mengeluarkan Zakat Fitrah.
Zakat Fitrah (Zakat al Fithr) adalah jenis zakat yang wajib ditunaikan oleh setiap jiwa, lelaki dan perempuan, dewasa dan anak-anak pada hari terakhir Ramadhan atau sebelum Sholat Idul Fithri.
Secara fiqhiyah, ada 3 syarat Zakat Fitrah. Yaitu muslim/muslimah, hidup pada saat bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki atau kebutuhan pokok untuk malam dan Hari Raya Idul Fithri.
Didalam Al Quran perintah mengeluarkan Zakat secara umum termaktub dalam beberapa ayat, antara lain di dalam surat Al Baqoroh ayat 43: "Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.". Dan surat An-Nur ayat 56: "Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul (Muhammad), supaya kamu diberi rahmat."
Dalam perspektif Sunnah kewajiban membayar Zakat antara lain didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori tentang Rukun Islam. Bahwa "Islam itu dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadan." (HR. Imam Bukhari).
Sementara khusus terkait kewajiban mengeluarkan Zakat Fitrah antara lain didasarkan pada hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim: "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat."Â
Keseimbangan Ketaatan dan Penunggalan Cinta
Zakat (termasuk Zakat Fitrah) merupakan ibadah maliyyah (kehartabendaan). Penyebutannya di dalam Al Quran hingga di 24 tempat (ayat) selalu berdampingan dengan Sholat sebagai ibadah badaniyyah (ketubuhan, badan). Menurut para Ulama hal ini menunjukan sekurang-kurangnya dua pesan atau hikmah.
Pertama, pesan agar umat Islam senantiasa menyeimbangkan antara dimensi yang bersifat individual yakni Sholat dengan dimensi sosial yakni Zakat. Sholat saja belum cukup bagi seorang muslim/muslimah sebagai wujud penghambaan terhadap Allah SWT. Sholat harus disertai dengan kewajiban menunaikan Zakat yang juga merupakan bentuk ketaatan terhadap Allah. Keduanya juga merupakan bagian dari Rukun Islam.
Didalam Tafsir As-Sa'di, Syekh Abdurrahman as-Sa'di (1956), ayat-ayat yang menyebutkan Sholat dan Zakat dalam posisi berdampingan menunjukan perintah ketaatan yang sempurna. Shalat sebagai ibadah badaniyyah merupakan bentuk ketaatan untuk memenuhi hak Allah. Sementara Zakat sebagai ibadah maliyaah merupakan wujud ketaatan untuk peduli dan memenuhi hak sesama manusia. Kumpulnya kedua hak ini merupakan bentuk ketaatan yang sangat agung.
Kedua, pesan agar manusia mewujudkan kecintaannya kepada Allah SWT secara total, paripurna. Sebagaimna kita tahu, Zakat dalam praktiknya adalah mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki seseorang. Dan harta adalah salah satu obyek yang paling dicintai oleh siapapun. Mengeluarkannya menurut ketentuan syar'i merupakan bentuk pelepasan kecintaan terhadap harta dan mengalihkannya kepada kecintaan terhadap sang Pemilik harta, yakni Allah.
Dalam magnum opusnya, Ihya Ulumuddin, Imam Al Ghozaly mengatakan, "Sesungguhnya cinta tidak bisa diduakan." Maksudnya adalah kecintaan terhadap Allah SWT. Menunaikan Zakat (termasuk Zakat Fitrah) merupakan wujud penunggalan cinta kepada Allah setelah seorang muslim berikrar bahwa tiada Tuhan selain Allah, sebuah bentuk komitmen penunggalan Allah.
Penyucian Jiwa dan Wujud SyukurÂ
Selain merupakan bentuk penunggalan cinta terhadap Allah serta pewujudan kepedulian dan empati sosial terhadap sesama manusia, Zakat pada hakikatnya juga berfungsi sebagai pembersih jiwa. Zakat membersihkan jiwa manusia dari sifat kikir (bakhil), rakus dan tamak, serta berbagai potensi buruk sebagai akibat cinta yang terlampau berlebihan terhadap harta.
Sebagaimana firman Allah SWT, "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
Mendasarkan pada ayat tersebut, Al-Kasani rahimahullah didalam kitab Bada`i' ash-Shana`i' wa Tartib asy-Syara'i mengatakan, bahwa sesungguhnya zakat membersihkan jiwa orang yang menunaikannya dari kotoran dosa dan menghiasi akhlaknya dengan sifat dermawan dan pemurah. Juga membuang kekikiran dan kebakhilan, karena tabiat jiwa sangat menyukai harta benda. Zakat dapat membiasakan orang menjadi pemurah, melatih menunaikan amanat dan menyampaikan hak-hak kepada pemiliknya.
Akhirnya, kembali merujuk pandangan Imam Al Ghozaly dan para Ulama lainnya, Zakat sesungguhnya juga merupakan bentuk kesyukuran kepada Allah atas anugerah nikmat, khususnya nikmat harta yang Allah berikan. Menurut Al Ghozaly Al-Ghazali, cara mensyukuri nikmat anggota badan adalah dengan ibadah badaniyyah, seperti melaksanakan shalat. Dan cara mensyukuri nikmat harta adalah dengan ibadah maliyyah, yakni dengan mengeluarkan zak.
Demikianlah. Lebih dari sekadar menggugurkan kewajiban syar'i sebagai seorang muslim, Zakat (termasuk Zakat Fitrah) sesungguhnya mengandung sejumlah esensi yang sangat agung dan mulia. Sebagai bentuk kepedulian sosial, perwujud rasa syukur serta ekpsresi penunggalan cinta kepada Allah dan penyucian jiwa.
Wallahu'alam Bishowab
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H