Piagam Madinah, Jejak Teladan Toleransi
Selain di level gagasan dan kaidah seperti diwakili oleh tiga ayat Al Quran diatas, toleransi beragama atau tasamuh juga dipraktikan oleh Rosulullah SAW dan para sahabat beliau dalam kehidupan nyata keseharian. Berikut adalah beberapa peristiwa penting dalam sejarah kenabian yang menunjukan bagaimana sikap toleran (tasamuh) dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad.
Teladan Nabi SAW dalam praksis toleransi ini tentu saja penting, karena beliaulah penerima sekaligus pengampu risalah dari Allah. Artinya wajah otentik dan orisinalitas semua ketentuan syariat Islam sebagaimana diatur di dalam Al Quran ada pada perkataan dan perbuatan atau perilaku Rosulullah sepanjang waktu semasa beliau hidup. Seperti diungkapkan Karen Amstrong dalam bukunya Muhammad: Prophet for Our Time (2007). :
"...To understand Islam, we must understand Muhammad as prophet and man."Â Bahwa untuk memahami Islam secara utuh, termasuk bagaimana perhatian dan konsepsinya tentang toleransi beragama tentu saja, maka kita harus memahami Muhammad baik sebagai Nabi maupun sebagai manusia.
Salah satu teladan paling monumental bagaimana Rosulullah mempraktikan toleransi dapat ditemukan jejaknya dalam dokumen Piagam Madina. Suatu Naskah perjanjian atau kesepakatan yang diterima dan disepakati bersama oleh penduduk Madinah yang majemuk pada tahun pertama Nabi Muhammad memimpin masyarakat Madinah.
Para ahli menyebut Piagam Madinah ini dengan berbagai istilah. Ibnu Hisyam menyebutnya al-Shahifah, Muhammad al-`Aid al-Khathrawiy menyebutnya sebagai al-Dustur al-Madaniy, C.W. Montgomery Watt menyebutnya dengan istilah The Constitusion of Madina, R.A Nicholson menyebutnya dengan istilah The Charter, Majid Khadduri menyebutnya The Treaty, dan Philip K. Hitti menyebutnya The Agreemen (Hamzani dan Aarvick, 2021).
Didalam Piagam Madinah berbagai kelompok masyarakat atau penduduk Madinah yang majemuk kala itu diakui keberadaannya oleh Nabi Muhammad sekaligus dihormati pilihan agama atau kepercayaannya. Secara umum, norma-norma di dalam Piagam Madinah mencakup tiga pengaturan besar berikut.
Pertama, pengaturan khusus untuk komunitas Muslim Muhajirin (para sahabat Nabi Muhammad yang ikut hijrah dari Makkah) dan Anshor. Kedua, pengaturan khusus untuk komunitas Yahudi yang terdiri dari berbagai qabalah (etnik). Ketiga pengaturan umum yang berlaku bagi seluruh penduduk Madinah, termasuk di dalamnya komunitas Nasrani dan penduduk yang masih menganut Politheisme (penyembah berhala, para dewa).
Piagama Madinah dibuka dengan statement bahwa di samping orang-orang muslim-mukmin sebagai satu umat, juga dinyatakan kaum Yahudi dan sekutunya (kaum musyrik dan munafik) adalah umat yang satu bersama orang-orang muslim-mukmin. Narasi ini secara substantif mengisyaratkan adanya pengakuan terhadap kebinekaan (keragaman) sekaligus spirit toletansi, semangat untuk saling menghormati dan menghargai keragaman serta menghadirkan persatuan di tengah keragaman itu.
Toleransi dalam Prinsip Politik Kenegaraan Modern
Selain adanya pengakuan atas kebinekaan serta spirit toleransi dan membangun persatuan dan persuadaraan, Piagam Madinah juga memuat berbagai pengaturan terkait isu-isu penting sebagaimana ditemukan dalam tata kelola kehidupan politik kenegaraan modern. Beberapa di antaranya adalah berikut ini.