Jadi, proses penyelesaian perkara PHPU di MK merupakan kanalisasi konflik elektoral agar tetap dalam koridor hukum dan keadaban demokrasi.
Dalam konteks harmoni sosial dan keutuhan berbangsa, kanalisasi konflik ini penting untuk memastikan negara tidak mengalami disintegrasi oleh sebab kontestasi kekuasaan sekeras dan setajam apa pun.
Menjaga Demokrasi, Menghindari Normalisasi KecuranganÂ
Ketiga, langkah kubu Anies dan Ganjar juga patut diapresiasi sebagai ikhtiar untuk menjaga demokrasi dari potensi kehancurannya oleh perilaku banal dan oportunis para elite politik yang cenderung menormalisasi kecurangan asal ambisi dan kepentingan politiknya terpuaskan.
Dalam kerangka kebutuhan inilah maka para pihak, baik kubu Prabowo-Gibran maupun kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mestinya sama-sama bersikap bijak dan sabar dengan cara tidak mengumbar manuver-manuver yang secara psikopolitik dapat menisbikan dan tidak menghormati proses konstitusional yang masih akan berlangsung pasca penetapan hasil Pemilu oleh KPU. Yakni proses penyelesaian PHPU di MK itu.
Pada kubu Prabowo-Gibran manuver-manuver politik itu misalnya dilakukan dengan mengumbar tawaran-tawaran transaksional kepada partai-partai anggota koalisi kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Atau ramai-ramai membicarakan jatah kementerian di lingkungan internal koalisinya sendiri.
Sementara di kubu Anies dan Ganjar, langkah Surya Paloh-Nasdem memberikan ucapan selamat dan menggelar karpet merah untuk Prabowo atau elit PPP yang menyatakan terbuka untuk bekerjasama dengan Prabowo-Gibran, hemat saya semuanya terlalu dini dilakukan.
Mereka semua seakan tidak faham, bahwa proses Pemilu belum selesai, dan kemenangan Prabowo-Gibran belum lagi final dan masih harus diuji secara hukum. Di mata publik yang kritis dan melek politik, manuver-manuver itu terkesan seperti ingin menormalisasi (dugaan-dugaan) kecurangan yang bukti-bukti indikatifnya bertebaran dalam banyak kasus di sepanjang tahapan Pemilu.
Manuver dan langkah-langkah politik itu, apa pun alasan yang disematkan kepadanya, hemat saya jauh dari bijak dan tidak mencerminkan level kompetensi dan integritas para pemimpin yang memahami rule of game Pemilu dan rangkaian prosesnya hingga tuntas. Padahal regulasi kepemiluan mereka sendiri yang merumuskan. Dan sekarang mereka juga yang tidak menghormatinya.
Alih-alih menunjukkan sikap bijak dan memberi teladan kepatuhan terhadap mekanisme hukum dan keadaban demokrasi pada publik, manuver dan langkah-langkah politik itu justru memperlihatkan secara telanjang watak asli mereka (baik di kubu Prabowo-Gibran maupun di sebagian kubu Anies dan Ganjar) yang terlampau pragmatis dan oportunis!