Tetapi kita tidak boleh pesimis dalam mengharap (roja') hidayah dan rahmat Allah SWT. Maksudnya berharap diberikan kekuatan tekad dan kehendak, kekuatan komitmen diri dan perbuatan serta kemampuan untuk memasuki, sekurang-kurangnya secara gradual puasa level dua dalam perspektif Al Ghozaly tadi.
Yakni puasanya orang-orang saleh/salehah, yang berpuasa tak sekedar menahan haus, lapar dan syahwat purba. Melainkan juga menahan seluruh perangkat inderawi, instrumen akal pikiran dan hati nurani dari berbagai potensi maksiat yang dapat diakibatkan oleh penggunaan aktif piranti-piranti yang melekat dalam raga-jiwa kita.
Bukankah Ramadan ini merupakan bulan keberkahan, syahrul mubarok ? Bulan dimana Allah menjanjikan jiyadatul khoir (kebaikan yang bertambah dan berkesinambungan) bagi siapa saja yang mau memaksimalkan kehadiran bulan ini melalui amalan-amalan ibadah, baik mahdhoh maupun ghoir mahdhoh.
Bukankah juga Ramadan merupakan bulan pengampunan, syahrul maghfiroh ? Bulan dimana Allah menjanjikan pengampunan dosa tanpa batas bagi siapa saja yang mau melaksanakan ibadah puasa dan amalan-amalan lainnya di sepanjang bulan ini.
Dan janji Allah, pasti ditepati. "...sungguh, janji Allah itu benar dan sekali-kali jangan sampai orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan engkau." (QS. Ar-Rum: 60).
Bagaimana Menghadirkan Puasa Level Dua?
Lantas bagaimana puasa level dua, shaumul khusus itu bisa kita wujudkan dalam ibadah puasa Ramadan kali ini? Harus segera dikemukakan, bahwa hidayah dan qodar adalah otoritas Allah SWT. Manusia hanya diberikan hak sekaligus kewajiban untuk melakukan ikhtiar. Nah, berikut ini adalah ikhtiar yang dapat dilakukan oleh siapa saja yang menghendaki puasanya naik kelas, dari shaumul umum ke shaumul khusus.
Pertama, memahami secara utuh hakikat ibadah puasa Ramadan beserta keistimewaan-keistimewaannya di sisi Allah SWT. Puncak status keistimewaan ibadah puasa di sisi Allah itu dinyatakanNya dalam sebuah Hadits Qudsi, "Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Puasa itu untukku, akulah yang memberikan pahala." (HR. Bukhori dan Muslim). Pemahaman ini akan menghidupkan ghiroh (semangat) untuk menjalani ibadah puasa Ramadan lebih dari sekedar menahan haus, lapar dan syahwat primitif.
Kedua, mempersiapkan diri secara utuh baik mental, fisik maupun spiritual. Poin penting dalam konteks ini ialah menghadirkan niyat dan tekad yang kuat serta menegaskan komitmen pribadi untuk perubahan atau lompatan besar spiritual ini. Tekad dan komitmen ini akan menjadi dasar pijak yang kokoh dalam melangkah dan menjalaninya   Â
Ketiga, "menyiapkan" ekosistem ibadah puasa agar kondusif dan supportif dalam mewujudkan kehendak naik kelas puasa ini. Mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan atau lingkungan aktifitas harian lainnya. Maksud "menyiapkan" ekosistem ibadah puasa sekaligus Poin penting dalam konteks ini adalah menghindari sedapat mungkin kebiasaan-kebiasaan di lingkungan-lingkungan tersebut yang potensial dapat mengganggu "proyek perubahan spiritual" ini.
Keempat, memohon dengan sepenuh kesungguhan kepada Allah SWT untuk diberikan hidayah (petunjuk dan bimbingan), kekuatan dan kesabaran dalam mengikhtiarkan kehendak positif ini. Doa ini penting sebagai isyarat bahwa kita membutuhkan kehadiran mutlak Allah SWT, izin sekaligus ridhoNya dalam rencana dan keinginan bisa memasuki level dua ibadah puasa.