Para Ulama menafsirkan ayat tersebut sebagai larangan melakukan ibadah dan mengamalkan agama pada umumnya tanpa disertai ilmu sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Diantara ulama tafsir itu adalah Ahmad Mustafa Al-Maraghi dalam Tafsi Al Maraghi, Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir, dan Buya Hamka dalam Tafsir Al Azhar.
Syariat dan Fiqih PuasaÂ
Sebagaimana berbagai amalan ibadah atau praktik keagamaan dalam Islam, ibadah puasa memiliki landasan Syariat dan Fiqih. Syariat adalah hukum Islam yang bersumber dari Al Quran dan Sunnah (ucapan, perbuatan dan ketetapan) Nabi Muhammad SAW. Sebagian Ulama memasukan juga Ijma Sahabat kedalam kategori Syariat, misalnya Ibnu Hazm, penulis kitab Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam. Â
Sedangkan Fiqih adalah hukum Islam yang bersumber pada pemahaman para Ulama terhadap nash Al Quran dan Sunnah. Dengan demikian Fiqih merupakan produk ijtihadi para Mujtahid, dan karenanya bisa berbeda antara satu Ulama dengan Ulama lainnya dalam menghukumi suatu perkara atau amalan keagamaan.
Dalam konteks puasa Ramadan, yang menjadi ranah Syariat adalah dasar hukum menjalankan ibadah puasa dan berbagai amalan lainnya di bulan Ramadan yang sumbernya berasal langsung dari Al Quran dan Sunnah. Sedangkan tatacara dan detail pelaksanaannya termasuk dalam domain Fiqih.
Contoh yang paling mudah adalah Sholat Tarawih. Secara Syariat, hukum Tarawih adalah sunah muakkadah. Yakni sunah yang sangat ditekankan untuk dikerjakan dan mendapat imbalan pahala, namun tidak mengakibatkan dosa jika ditinggalkan karena alasan syar'i. Tetapi jumlah raka'at Tarawih berbeda-beda antara satu mazhab fiqih dengan mazhab fiqih lainnya. Secara lebih detail tema ini akan diulas pada artikel lain nanti.
Hukum Puasa Ramadan
Dasar hukum kewajiban puasa pada bulan Ramadan termaktub di dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 183:Â "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."Â
Selain itu hukum wajib puasa juga didasarkan pada Hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam Muslim, bahwa "Islam dibangun di atas lima dasar, yakni bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; mengerjakan haji; dan berpuasa pada bulan Ramadhan."
Tetapi penting diketahui, bahwa kewajiban tersebut berlaku bagi setiap Muslim dan Muslimah yang Mukallaf. Yakni orang yang sudah memenuhi kriteria dasar untuk melaksanakan hukum-hukum Islam, yakni Muslim/Muslimah, Akil Baligh, dan Berakal Sehat.
Menurut para Ulama fiqih, baligh bagi perempuan ketika berusia 9 tahun dengan disertai tanda keluarnya darah haid. Sedangkan bagi laki-laki 12 belas tahun disertai dengan keluarnya sperma melalui mimpi. Atau, maksimal berumur 15 tahun baik perempuan maupun laki-laki ketika syarat keluarnya darah haid perempuan dan keluarnya sperma laki-laki melalui mimpi belum terpenuhi.