Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

AHY dan Watak Pragmatis Elit Politik

23 Februari 2024   18:00 Diperbarui: 23 Februari 2024   18:02 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AHY Bukan yang Pertama

AHY tentu saja tidak sendiri, dan bukan yang pertama. Ada Prabowo yang lebih dulu mengawali. Pasca kekalahannya yang kedua di Pemilu 2019 silam Prabowo kemudian masuk kabinet Jokowi. Setahun lebih kemudian Sandiaga Uno juga menyusul masuk kabinet. Dan terakhir sebelum masuk tahapan Pemilu 2024, Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN akhirnya juga landing di istana.

Prabowo dan Sandiaga adalah rival Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019, sementara Zulhas adalah salah satu eksponen pendukung Prabowo-Sandiaga yang sempat bertekad siap menjadi oposisi bersama Demokrat dan PKS.

Menjadi oposisi rupanya dirasakan bukan pekerjaan mulia. Bakti pada negara dan kontribusi pada bangsa harus dimaknai dengan cara menjadi bagian dari pemerintah. Atau, yang terjadi sebetulnya adalah bahwa menjadi oposisi tidak mendapatkan berkah kekuasaan. Setidaknya seperti ungkapan dengan jujur oleh Prabowo, bahwa banyak asetnya yang mandek, tidak dapat kredit karena tidak berkuasa 20 tahun," (Viva.co.id, 20 September 2023).

Tapi watak pragmatis yang paling spektakuler dari fenomena "lawan menjadi kawan" ini adalah Ali Mochtar Ngabalin dan Fahri Hamzah. Ngabalin adalah Jubir Pasangan Prabowo-Hatta Rajasa di Pemilu 2014, Fahri mantan kader PKS yang juga pendukung Prabowo baik di Pemilu 2014 maupun Pemilu 2019. Keduanya adalah pengkritik paling tajam dan (terkadang) kasar bagi Jokowi dan pemerintahannya.

Bedanya Ngabalin jauh lebih dulu masuk istana sebagai Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP) di bawah Moledoko pada tahun 2018. Fahri baru beberapa bulan silam menjadi pembela Jokowi melalui pintu masuk Koalisi Indonesia Maju (KIM) Jilid 2 yang dicetuskan Prabowo sebagai nama koalisinya di Pilpres 2024.

Di luar nama-nama tersebut diatas tentu masih banyak, baik dari segmen politisi, tokoh masyarakat, atau relawan yang sebelumnya adalah lawan politik Jokowi, kini mereka menjadi bagian dari para pembelanya dan berhimpun di kubu Prabowo-Gibran.

 

Pragmatisme Politik
Pragmatisme politik atau politik pragmatis dalam konteks diskusi ini (bukan Pragmatisme sebagai sebuah aliran filsafat) secara sederhana dapat dimaknai sebagai sikap dan cara berpolitik yang lebih mengedepankan pertimbangan-pertimbangan "kemanfaatan, kegunaan, atau keuntungan" yang bersifat personal dari suatu pilihan sikap dan tindakan politik.

Pragmatisme politik adalah lawan dari idealisme politik. Para elit yang berwatak pragmatis melihat politik sebagai sarana untuk semata-mata menarget dan mencapai tujuan-tujuan pribadi. Bisa kekuasaan, jabatan, kedudukan, kekayaan, popularitas dan aspek-aspek lain yang setara dengan ini.

Untuk mewujudkan target-target tujuan personalnya cara apapun bisa mereka lakukan. Termasuk yang berkarakter Machiavellian sekalipun, menganggap segala cara menjadi halal. Mereka berpolitik tanpa landasan moral dan etik, mengesampingkan integritas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun