Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilpres Satu Putaran, Orkestrasi Tak Bijak dan Tidak Mendidik

16 Februari 2024   10:20 Diperbarui: 17 Februari 2024   06:11 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengorkestrasi kemenangan Prabowo-Gibran versi Quick Count dan Pilpres otomatis berlangsung 1 putaran itu adalah perbuatan sesat dan menyesatkan secara hukum. Perbuatan ini mendahului tahapan Pemilu yang sudah ditetapkan oleh KPU.

Perbuatan itu juga memaksakan pembodohan terhadap publik sekaligus menjerumuskan rakyat yang secara politik illiterate kedalam jurang kepandiran abadi sebagai warga negara.

Prabowo-Gibran itu menang versi lembaga survei yang bukan pemegang otoritas untuk menetapkan hasil Pilpres. Quick Count, metode ilmiah yang digunakannya juga bukan instrumen yang menjadi dasar legal penetapan hasil Pilpres.

Selain itu, quick count juga bukan sang "maha benar" yang hasil kalkulasi statistiknya bersih dari salah. Metode ilmiah, secanggih apapun selalu menyimpan potensi keliru dan salah. Bisa karena human error, distorsi sistem, atau faktor-faktor lainnya yang bersifat subyektif termasuk potensi kejahatan terselubung di dalamnya.

Saat ini, terasa betul adanya kecenderungan kuat hasil quick count lembaga-lembaga survei itu seperti hendak mengontrol pergerakan suara rakyat. Lembaga survei sudah bertingkah serupa rezim totaliter. Sungguh menjijikan. Satu hal yang amat memilukan, orkestrasi itu melibatkan sejumlah tokoh yang selama ini dikenal lurus, berintegritas.

Taat Azas, Jalan Masih Panjang

Sesuai Konstitusi dan UU Pemilu, hasil Pemilu termasuk Pilpres ditetapkan secara resmi oleh KPU. Pasal 413 ayat (1) UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu dengan tegas mengatur, bahwa KPU menetapkan hasil Pemilu secara nasional dan hasil perolehan suara Pasangan Calon, perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR, dan perolehan suara untuk calon anggota DPD paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari setelah hari pemungutan suara.

Berdasarkan norma tersebut, para pihak terutama kubu Paslon 02 yang telah "disahkan" sebagai pemenang Pilpres oleh lembaga survei itu mestinya mengedukasi publik dengan benar dan taat hukum, setidaknya mengenai dua hal berikut ini.

Pertama, sekali lagi, hasil resmi Pilpres ditetapkan oleh KPU. Hasil kalkulasi quick count hanyalah prakiraan yang tidak memiliki kekuatan otoritatif apapun untuk menyimpukan siapa pemenang kontestasi. Bukan malah menyiapkan pesta kemenangan tak berdasar hukum elektoral yang justru malah memicu kecurigaan, seolah mengonfirmasi bahwa Pemilu ini memang sudah disiapkan demikian rupa, dari awal hingga akhir.

Kedua, untuk sampai pada penetapan akhir secara resmi hasil Pilpres, dibutuhkan waktu lebih dari sebulan. Dalam rentang waktu jeda antara penghitungan suara di TPS dengan pleno rekapitulasi suara secara nasional oleh KPU itu berbagai kemungkinan bisa terjadi. Salah satunya adalah pengaduan dugaan kecurangan oleh Paslon kepada Bawaslu. Meski kepercayaan publik terhadap Bawaslu sudah sedemikian rendah, tetapi ini adalah ruang yang diberikan undang-undang yang seharusnya dihormati.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun