Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jejak Syahwat Pemburu Kekuasaan dan Pelajaran Berharga dari "Dirty Vote"

12 Februari 2024   23:45 Diperbarui: 13 Februari 2024   06:38 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah nonton Dirty Vote? Bagi yang rajin mengikuti pemberitaan dan diskursus politik tanah air sepanjang perhelatan Pemilu 2024, film dokumenter eksplanatori ini sebetulnya tidak menyajikan hal-hal baru jika dilihat dari sisi informasi. Karena hampir semua isu yang ditayangkan dan diulas adalah fenomena, berita, informasi dan opini yang sudah menjadi rahasia umum. Seliweran di ruang publik.

Kebaruan sajian dalam film ini terletak pada rangkaian fakta-fakta yang semula tercecer dan berserakan menjadi satu lanskap yang utuh dan   dengan mudah dicerna dan difahami.

"Dirty Vote" digarap oleh Dhandy Dwi Laksono, Founder WatchDoc yang juga seorang jurnalis. "Dibintangi" oleh 3 pakar hukum tata negara yang bertindak sekaligus sebagai narator, yakni Zainal Arifin Mochtar (Uceng), Bivitri Susanti dan Feri Amsari. Selain akademisi, ketiganya juga merupakan aktifis pro demokrasi yang rajin mengkritik pemerintahan Jokowi.

Bagi Dhandy film dokumenter serupa ini bukan yang pertama disutradarainya. Tahun 2019 Dhandy juga merilis Sexy Killer, film dokumenter yang menuturkan isu jaringan oligarki di kedua Paslon Pilpres 2019, Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sebelumnya, menjelang Pilkada DKI 2017 Dhandy juga merilis film dokumenter Jakarta Unfair. 

Syahwat Kuasa dan Konspirasi 

Film berdurasi hampir 2 jam itu memuat narasi; mengurai fakta-fakta, menjelaskan persitemalian antara satu fakta dengan fakta lainnya, serta opini analitik perihal desain kecurangan Pemilu 2024.

Mulai dari inkonsistensi pernyataan-pernyataan Jokowi terkait isu pencalonan Gibran dan soal netralitas aparat negara, penempatan orang-orang Jokowi di sejumah daerah dalam jabatan Pejabat Gubernur, Bupati dan Walikota, percepatan pemekaran Papua menjadi 6 provinsi, mobilisasi para Kepala Desa,  kasus putusan MK Nomor 90, politisasi Bansos, dan ketidaknetralan para pembantu Presiden di kabinet.

Sekali lagi, fakta-fakta itu bukan sesuatu yang baru, namun kesemuanya menjadi menarik karena diracik demikian rupa dalam satu alur cerita yang utuh dengan persitemalian antar isu yang logis dan saling mengonfirmasi antara satu kasus dengan kasus lainnya.

Narasi kunci film ini dikemukakan oleh Feri Amsari di bagian akhir (closing statement). Bahwa kecurangan-kecurangan tersebut (maksudnya kecurangan Pemilu sebagaimana dimaksud dalam film) tidak didesain dalam semalam dan tidak sendirian. Sebagian besar rencana kecurangannya terstruktur, sistematis dan masif, yang dilakukan oleh kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama.

Tesis itu kemudian dilengkapi oleh Zainal Arifin Mochtar, bahwa kecurangan yang disusun bersama ini, akhirnya jatuh ke tangan satu pihak. Yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan, yang dapat menggerakkan aparatur dan anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun