Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Awas, Politik Uang di Masa Tenang

10 Februari 2024   23:33 Diperbarui: 11 Februari 2024   19:20 1303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Mural dengan pesan ajakan untuk menolak politik uang. (Foto: KOMPAS/HERU SRI KUMORO)

Terhitung mulai besok sampai tanggal 13 Februari 2024 tahapan Pemilu memasuki Masa Tenang. Jeda waktu pasca kampanye sebelum pencoblosan 14 Februari.  

Dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 1 angka (36) tentang Pemilu dijelaskan, bahwa  "Masa Tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye pemilu". 

Kemudian Pasal 287 ayat (5) UU Pemilu juga mengatur bahwa selama masa tenang, media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak Peserta Pemilu.  Atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan Kampanye Pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu.

Sesuai dengan istilahnya, Masa Tenang memang dimaksudkan untuk menciptakan suasana tenang, tertib, aman dan damai dalam masyarakat setelah 75 hari sebelumnya di masa kampanye ruang-ruang publik disesaki oleh kegiatan, aksi-aksi dan narasi-narasi kampanye oleh para peserta Pemilu.

Tujuh puluh lima hari masa kampanye dianggap dan disepakati cukup bagi para Paslon untuk menyampaikan visi-misi dan gagasan-gagasan programatiknya dalam memimpin dan membangun Indonesia lima tahun ke depan. Demikian juga, dianggap cukup bagi pemilih untuk mengetahui secara utuh figur-figur bakal pemimpinnya.

Larangan Politik Uang

Di dalam UU 7 Tahun 2017 larangan politik uang diatur dalam beberapa norma pasal dan konteks tahapan yang berbeda. Yakni di Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523. Tetapi khusus berkaitan dengan Masa Tenang, norma larangan ini dicantumkan dalam Pasal 278 ayat (2). Teks utuhnya Pasal 278 ayat (2) itu berbunyi sebagai berikut:

Selama Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 276, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye Pemilu Presiden dan wakil Presiden dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk: 

a. tidak menggunakan hak pilihnya; b. memilih Pasangan Calon; c. memilih Partai Politik Peserta pemilu tertentu; d. memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD e. memilih calon anggota DPD tertentu

Berdasarkan pengalaman pada pemilu dan pemilihan/pilkada sebelumnya, janji atau imbalan sebagaimana dimaksud norma tersebut justru sering terjadi di lapangan pada masa tenang. Bentuknya macam-macam. Bisa memang berupa uang (termasuk uang digital) maupun barang atau materi lainnya.

Istilah "serangan fajar" yang biasa digunakan untuk menyebut pemberian amplop berisi uang oleh peserta Pemilu termasuk Caleg kepada pemilih dalam praktiknya tidak selalu terjadi terjadi di waktu fajar atau subuh, melainkan sepanjang waktu masa tenang itu. Karena itu penting semua pihak, terutama Bawaslu dan jajarannya di bawah untuk meningkatkan dan mengintensifkan pengawasan.

Politik Uang adalah Kejahatan   

Sebagaimana diatur di dalam UU 7 Tahun 2017 politik uang termasuk dalam kategori tindak pidana Pemilu. Maka sanksi terhadap para pelaku politik uang, selain sanksi administratif pembatalan pencalonan juga sanksi pidana. Pemberi dan penerima diancam dengan kurungan pidana dan/atau denda.

Seperti ditegaskan di dalam Pasal 286 ayat (4) UU 7 Tahun 2017, bahwa sanksi administratif (berupa pembatalan pencalonan) terhadap tindakan politik uang yang dilakukan oleh Paslon Capres-Cawapres, Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD tidak menggugurkan sanksi pidana.

Selain merupakan tindak pidana yang lebih bersifat prosedural normatif, praktik politik uang sesungguhnya juga merupakan kejahatan (elektoral) jika dilihat dari sisi hakikat perilaku dan dampak yang ditimbulkannya.

Karena politik uang pada hakikatnya merupakan tindakan penyuapan, jual-beli suara untuk memenangi kontestasi memperebutkan kekuasaan. 

Dalam kaidah Islam misalnya, semua tindakan suap-menyuap tidak dapat dibenarkan, haram hukumnya. Saya yakin, dalam ajaran agama manapun, praktik suap-menyuap adalah perilaku jahat yang tidak dapat dibenarkan.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyatakan dengan tegas, bahwa :

"Penyuap dan orang yang disuap tempatnya di dalam neraka". Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani ini sahih dan mutawatir. Di dalam hadits lain yang diriwayatkan  oleh Imam Ahmad, Rasulullah juga mengingatkan bahwa "Allah melaknat orang yang menyuap dan orang yang disuap, dan juga orang yang menjadi perantara di antara keduanya." 

Dengan spirit yang setara, demokrasi yang menjadi dasar pijak penyelenggaraan  Pemilu juga memiliki nilai-niali luhur yang wajib dijunjung tinggi. 

Mulai dari kesetaraan perlakuan, kejujuran bersikap, keadilan dan kepatuhan pada aturan hukum. Karena perbuatan politik uang, kesemua nilai-nilai luhur demokrasi ini dilanggar dengan sadar  oleh para pelakunya, baik pemberi, penerima maupun perantara.

Dan yang tidak boleh juga dilupakan, bahwa selain secara hakikat merupakan kejahatan, politik uang juga potensial melahirkan berbagai dampak buruk di kemudian hari. 

Korupsi dan bentuk-bentuk abuse of power lainnya adalah salah satu contoh masif yang sudah sering kita saksikan. 

Dan kasus ini diyakini sebagian besar dilakukan oleh para pemimpin atau pejabat terpilih yang dalam memenangi kontestasi Pemilu menghabiskan banyak modal untuk membeli suara pemilih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun