Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Setelah Ketua MK, Kini Ketua dan Anggota KPU Melanggar Etik

5 Februari 2024   23:00 Diperbarui: 5 Februari 2024   23:04 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas, bagaimana implikasi hukum putusan DKPP itu terhadap status Gibran sebagai Cawapres? Sama persis dengan putusan Majelis Kehormatan MK yang menyatakan bahwa ada pelanggaran berat etik yang dilakukan oleh Ketua MK ketika memutuskan perkara Nomor 90. Bahwa kedua putusan ini, putusan Majelis Kehormatan MK dan putusan DKPP tidak memiliki implikasi hukum apapun. Posisi Gibran tetap aman sebagai Calon Wakil Presiden.

Sebagaimana dinyatakan oleh DKPP RI maupun Bawaslu RI, bahwa putusan ini sama sekali tidak mempengaruhi pencalonan Gibran Rakabuming Raka. Kepada media, Heddy Lugito, Ketua DKPP mengungkapkan: "Enggak ada kaitannya dengan pencalonan juga, ini murni soal etik, murni soal etik penyelenggara pemilu."

Pandangan yang sama dikemukakan oleh Zainal Arifin Mochtar, Pakar Hukum Tata Negara UGM. Bahwa "Kita tidak punya konteks aturan implikasi yang jelas dari pelanggaran etik itu dikonversi menjadi apa implikasi hukumnya." (CNNIndonesia, 5 Februari 2024).

Implikasi Moral

Begitulah konstruksi perangkat hukum kita terkait temuan pelanggaran etik atas suatu produk putusan hukum. Pelanggar etiknya disanksi, tetapi putusan hukumnya tetap sah dan berlaku. Jadi kasus Anwar Usman dan Hasyim Asy'ari dkk ini "sebelas duabelas". Ketua MK dan Ketua serta Anggota KPU disanksi secara etik, namun putusan yang mereka ambil tetap sah dan tidak dapat dibatalkan.

Jika demikian duduk perkaranya, lantas masih adakah kegunaan dari putusan DKPP itu? Tentu saja ada. Sama dengan putusan Majelis Kehormatan MK. Keduanya, mestinya berguna secara moral dan etik sebagai dasar penilaian dan sikap publik atas pihak yang diuntungkan oleh kedua putusan yang melanggar etik tersebut. Dalam hal ini tentu saja yang dimaksud adalah Gibran, dan dengan sendirinya juga Prabowo yang secara politik turut diuntungkan karena bisa mengambil Gibran sebagai Cawapres pendampingnya.

Dalam kasus Ketua dan Anggota KPU RI, kegunaan putusan DKPP itu juga bisa menjadi instrumen moral untuk menjaga diri, perilaku dan tindakannya sebagai Pimpinan KPU. Keseluruhan proses Pemilu masih cukup Panjang, karena masih ada Pilkada yang tahapannya juga segera dimulai.

Dalam rentang waktu yang masih panjang itu, berbagai potensi pelanggaran elektoral (baik Pemilu maupun Pilkada nanti) tentu saja sangat terbuka. Karena di ruang waktu itulah berbagai kepentingan politik dari banyak sudut berseliweran mencari lubang-lubang amoral dan illegal yang bisa ditembus, yang dapat memberikan keuntungan elektoral bagi para petualang politik sebagaimana sudah dan sedang terjadi dalam perhelatan Pemilu saat ini.

Setidaknya, itulah saya kira kegunaan putusan DKPP. Sekali lagi, ia mestinya bisa menjadi instrumen penjaga dari godaan syahwat yang tak pantas dilakukan. Bukan hanya oleh para komisioner KPU RI, tetapi juga oleh komisioner KPU daerah dan seluruh jajarannya di badan adhoc: PPK, PPS, dan KPPS.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun