Istilah Kriteria Profetik mengacu pada kualitas karakter kepemimpinan profetik yang mendasari kecakapan dan kepantasan yang dimiliki para Nabi dan Rosul dalam memimpin umatnya.Â
Dalam kepustakaan sejarah peradaban Islam dan siroh nabawiyah, kepemimpinan profetik ini tidak lain adalah model kepemimpinan Nabi Muhammad SAW yang bertumpu pada 4 sifat (karakter) unggul sebagai Nabi dan Rosul. Yakni Shidiq (jujur, benar), Amanah (terpercaya), Tabligh (komunikatif, aspiratif), dan Fathonah (cerdas, kompeten).
Keempat sifat itu wajib dimiliki oleh setiap Nabi dan Rosul, dan mustahil tidak ada pada mereka. Karena hanya dengan keempat karakteristik inilah pesan-pesan wahyu Allah dapat disampaikan kepada umatnya. Dan dengan keempat karakter ini pula para Nabi dan Rosul memimpin sekaligus memberi teladan kepada umatnya.
Integritas: Shidiq dan AmanahÂ
Dalam konteks kepemimpinan kontemporer, Shidiq dan Amanah mewakili aspek kualitas kepatutan/kepantasan. Seorang pemimpin (termasuk para anggota legislatif) haruslah figur yang shidiq, benar. Benar dalam pikiran, benar dalam perkataan, dan benar dalam perbuatan.
Selain Shidiq para pemimpin juga haruslah merupakan figur-figur yang Amanah, terpercaya. Bukan figur yang potensial atau (malah) sudah terbukti pernah berkhianat. Mengkhianati mandat yang diberikan rakyat kepadanya, mengkhianati negara yang harus diurusnya, serta mengingkari janji-janji yang diucapkannya saat mereka meminta dukungan.
Dalam terma populer, Shidiq dan Amanah ini tidak lain adalah integritas. Kesatuan karakter yang utuh, yang menunjukan konsistensi antara pikiran, ucapan dan perbuatan berbasis hukum positif dan etika yang benar dalam memimpin dan dalam perilaku kepemimpinannya.
Profesionalitas: Tabligh dan Fathonah
Kriteria profetik berikutnya adalah Tabligh dan Fathonah. Dalam konteks kekinian, kedua terma ini mewakili aspek kecakapan/kelayakan. Seorang pemimpin haruslah figur yang memiliki kemampuan komunikasi yang unggul sekaligus aspiratif, Tabligh. Mereka harus cakap mengomunikasikan gagasan, menjelaskan pikiran dan menguraikan program-programnya sebagai pemimpin. Sekaligus memiliki empatitas yang tinggi serta kemampuan membaca dan merespon asprasi rakyat dengan tepat.
Selain itu, seorang pemimpin tentu saja wajib memiliki kecerdasan, Fathonah. Suatu kualitas yang tidak hanya diukur oleh seberapa tinggi jenjang sekolah yang dicapainya, tetapi juga seberapa panjang mereka punya pengalaman mengimplementasikan kapasitas ilmu dan kecerdasannya. Dan yang tak kalah penting adalah juga aspek kecerdasan emosionalnya. Â
Dalam terma populer dan kekinian, Tabligh dan Fathonah ini tidak lain adalah Profesionalitas. Suatu kesatuan yang utuh, yang menunjukkan kapasitas keilmuan, keahlian dan pengalaman, serta sikap-sikap unggul (disiplin, tanggungjawab, taat aturan, dll) dalam memimpin dan dalam perilaku kepemimpinannya.