Selain itu, Anies juga mengungkap soal perdagangan manusia, jutaan keluarga yang terpapar narkoba, dan isu inefesiensi dan kebocoran anggaran belanja alutsista. Pada sesi menjawab pertanyaan Ganjar, Anies menyatakan, "Tak kalah penting memastika bahwa belanja alutsista itu bersih, tidak melibatkan korporasi yang punya masalah korupsi. Jadi tidak hanya anggarannya efisien tapi tidak bocor dalam belanja alutsista."
Sementara itu, masih soal kinerja Kemenhan, Ganjar juga menyoroti secara kritis dan lugas sejumlah isu krusial. Misalnya terkait proses perencanaan, Ganjar mengatakan, Â "Ketika ingin bangun sistem pertahanan, maka dalam perencanaan kita tidak boleh gonta ganti. Kita mesti ajeg mesti konsisten. Kedua, kita mesti mendengarkan betul-betul dari seluruh matra, maka seluruh proses perencanaannya harus bottom up."Â
Sebagaimana Anies, Ganjar juga mempertanyakan soal alutsista bekas yang dikaitkan dengan perencanaan yang terlalu gegabah. "Soal alat alutsista bekas, mantan Menhan Juwono Sudarsono pernah menolak itu, dan apa yang bapak rencanakan itu ditunda. Apa artinya? Perencanaannya terlalu gegabah pada persoalan dan keseriusan itu tidak dimunculkan sama sekali pada pengelolaan industri pertahanan dalam negeri," ungkap Ganjatr, lugas.
Indondesia di Kancah GlobalÂ
Terlepas dari percikan-percikan emosi dan baperan yang masih juga mewarnai, debat semalam hemat saya kira cukup eksploratif. Publik disuguhi banyaki insight kekinian seputar hubungan internasional, geopolitik dan pertahanan keamanan.
Itulah yang pernah saya sebut, bahwa "publik berhak mendapatkan substansi gagasan dan pemikiran-pemikiran strategis dari para Capres/Cawapres perihal eksisting negara-bangsa saat ini, problematika yang dihadapi, serta strategi apa yang ditawarkan para kandidat untuk menyelesaikannya" (Kompasiana, edisi 5 Januari 2024, "Aturan Baru Debat dan Hak Publik Menjadi Pemilih Rasional").
Dalam konteks hubungan internasional dan geopolitik misalnya, banyak isu kontemporer yang dibahas secara elaboratif meski dalam durasi yang pendek-pendek. Mulai dari isu konflik Laut Cina Selatan, perang Palestina-Israel, kerjasama selatan-selatan dan tantangan-tantangan diplomasi ke depan.
Terkait bagian ini, visi Anies tentang posisi Indonesis dalam kerangka hubungan internasional atau kancah global sangat menarik. Ada dua poin penting yang menurut hemat saya pantas diapresiasi, yakni pertama mengenai soft diplomacy, kedua soal kepemimpinan Indonesia di kancah global.
Soft diplomacy merupakan model diplomasi suatu negara untuk mencapai kepentingan-kepentingan nasionalnya di forum internasional, yang dilakukan melalui pendekatan sosial dan budaya. Model ini telah dipraktikan misalnya oleh Korea Selatan yang berhasil mewarnai berbagai belahan dunia dengan Korean Wave-nya dalam bentuk fashion, musik, film dan gaya hidup. Atau Jepang yang juga sukses dengan produk industri kreatif Anime-nya yang mendunia.
Dalam kerangka soft diplomacy itu Anies berjanji akan mendorong berbagai produk seni dan budaya Indonesia untuk masuk dan mewarnai dunia. Mulai dari karya seni, film, hingga kuliner. Langkah kongkritnya negara akan melakukan investasi serius melalui porsi anggaran yang pantas dan akan membangun rumah-rumah budaya di setiap negara. Â Pada salah satu bagian paparannya, Anies menegaskan :
"Ketika kami ditugaskan sebagai Presiden RI, sebagai panglima diplomasi, maka setiap kegiatan ke luar negeri adalah bersama dengan delegasi kebudayaan, delegasi seni, datang ke pusat-pusat kegiatan kesenian di negara-negara yang dikunjungi, bukan hanya datang rapat lalu pulang, tapi datang di sana menemui aktivitas-aktivitas kesenian kebudayaan sehingga mereka menyadari Indonesia negeri yang kaya budayanya."