Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kurangi Gimik, Ini Pemilu Bukan Panggung Melucu

8 Desember 2023   10:40 Diperbarui: 8 Desember 2023   11:37 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Tipu-tipu" Berburu Suara 

Kembali ke konteks kampanye Pemilu 2024. Regulasi Pemilu memang tidak melarang para kontestan dan kandidat menggunakan gimik dalam upaya membidik perhatian, meraih simpati dan akhirnya meraup dukungan suara pemilih. Dalam bentuk dan model apapun gimik itu dirancang.

Selama tidak mengandung konten SARA, menebar fitnah dan kampanye hitam, mempersoalkan ideologi Pancasila, serta materi-materi lain yang bertabrakan dengan regulasi disilahkan, tidak dilarang. Bahkan misalnya seorang kandidat Capres atau Cawapres mau koprol atau jumpalitan setiap tampil di panggun kampanye juga silahkan saja. Yang penting menarik perhatian pemilih. Bebas, ini (kampanye Pemilu)  demokrasi !

Hanya saja, sejumlah resiko buruk dan sama sekali tak sehat secara politik bisa muncul ketika gimik menjadi andalan para kandidat, termasuk partai politik dalam memburu dan meraih suara pemilih. Dampak buruk dan tak sehat dimaksud misalnya berikut ini.

Pertama, gimik (terutama ketika menjadi andalan, menjadi prioritas strategi kampanye) bisa menggeser hakekat kontestasi dari kontes gagasan dan program-program substantif ke kontes kemasan, cangkang dan tampilan yang tidak ada hubungannya dengan urusan memperbaiki keadaan negara bangsa ke depan.

Kedua, gimik yang memperoleh respon positif dari masyarakat juga bisa menjadi arus balik yang  buruk  bagi para kandidat dan partai politik. Mereka, karena merasa sudah "cocok dan nyaman" dengan model kampanye bergimikria akhirnya lupa bahwa sesungguhnya mereka dituntut untuk menyampaikan gagasan-gagasan visioner, pikiran-pikiran solutif dan menghidupkan optimisime rakyat dengan cara rasional, obyektif dan realistis.

Ketiga, secara politik gimik sama sekali tidak mengedukasi masyarakat untuk menjadi literate (melek) secara politik, kebangsaan dan kenegaraan. Gimik hanya menghibur, dan boleh jadi hiburannya juga semu, sekedar menjadi semacam "oase" palsu di tengah kepengapan hidup masyarakat menghadapi berbagai problematika sosial dan banalitas kekuasaan yang memuakan.

Maka, ayolah para kandidat dan partai-partai politik, kurangi gimik, stop "tipu-tipu" dengan kemasan dan tampilan. Beralihlah dan fokus pada gagasan. Ini Pemilu, bukan panggung komedian !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun