Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama I Nominee Kompasiana Award 2024 - Best in Opinion

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Selain Para Pemuja, Capres-Cawapres Juga Butuh Pendukung Kritis

20 November 2023   23:59 Diperbarui: 20 November 2023   23:59 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka tidak mengenal, atau lebih tepanya tidak membutuhkan nalar kritis bahwa manusia tidak ada yang sempurna. Bahkan seorang yang memiliki rekam jejak bersih sekalipun. Dilengkapi dengan capaian-capaian perstatif entah di posisi apa sebelum ia menjadi Capres-Cawapres. Lalu dikomplitkan dengan gelar akademik berderet-deret di depan-belakang namanya, mereka tetaplah manusia yang pasti memiliki sisi kurang di samping kelebihan-kelebihannya.

   

Pujian dan Sindrome Megalomaniak

Di sisi kebutuhan akan keberadaanya sebagaimana dimaksud di atas tadi, dalam kerangka kontestasi kepemimpinan, dimana salah satu dari ketiga Paslon itu akan menerima mandat dan amanah rakyat untuk memimpin negara-bangsa ini, fanatisme buta dan ketiadaan nalar kritis para pemuja juga mengandung bahaya. Terutama bagi Paslon yang didukung dan dipujanya sendiri.

Cara-cara memberikan dukungan dengan fanatik, mengglorifikasi sosok-sosok jagoannya demikian rupa secara membabi-buta, dan mengesampingkan sikap kritis dari piranti akal sehat potensial bisa membuat figur-figur yang didukungnya lupa diri, terhipnotis oleh pesona ragam pujian dan rupa-rupa apresiasi.

Disadari atau tidak, figur-figur Capres-Cawapres pujaan itu bisa mengidap sindrom megalomaniak. Merasa diri paling unggul, cerdas, hebat dan paling kuasa. Ringkasnya, merasa paling sempurna dilihat dari sisi manapun. Nah, yang mengerikan jika Paslon yang dipuja-puji secara fanatik oleh para pemuja nir-nalar kritis itu kemudian terpilih jadi Presiden dan Wakil Presiden.

Keyakinan yang ditumbuhkan oleh dukungan dan pujian-pujian fanatik para pemujanya bahwa dirinya serba unggul akan sempurna ketika kekuasaan dan otoritas sebagai pemimpin berada dalam genggamannya setelah resmi dilantik dan diambil sumpah/janjinya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Pemimpin yang mengidap sindrome megalomaniak kelak potensial akan mengoperasikan pemerintahan negara secara ugal-ugalan dan memimpin rakyat berdasarkan selera pribadi dan (sangat mungkin) selera para pemujanya. Tradisi berdemokras; membuka ruang terbuka untuk berdiskusi, menghormati keragaman pandangan dan perbedaan pendapat, serta menyerap aspirasi rakyat dalam setiap kebijakan yang akan diambilnya, akan sulit tumbuh dengan baik.

Maka di tengah dinamika tahapan Pilpres yang akan segera memasuki fase paling krusial dilihat dari sisi kontetasi, yakni kampanye, para Paslon Capres-Cawapres sesungguhnya juga membutuhkan kehadiran para pendukung kritis di masing-masing kubu.

Keberadaan mereka, baik di dalam lingkungan internal tim pemenangan, di luar organ tim pemenangan, atau para pendukung yang berada di tengah-tengah masyarakat, dengan sikap kritisnya yang terukur dan proporsional tentu saja akan menjadi alat kontrol yang konstruktif bagi masing-masing Paslon di samping menjadi barisan yang akan berjuang mewujudkan kemenangan.  

Dengan nalar kritisnya, mereka akan mengingatkan ketika jagoannya nyerempet-nyerempet bahaya, apalagi menabrak rambu-rambu elektoral. Dengan nalar kritisnya pula mereka akan memberikan masukan-masukan strategis yang obyektif, jernih dan on the track di atas piranti hukum dan asas-asas demokrasi elektoral untuk memenangi kompetisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun